Sudah lebih dari 14 tahun reformasi di negeri ini bergulir. Dalam rentang waktu tersebut sudah empat
presiden memimpin Republik Indonesia ini. Dalam kurun itu pula, negeri ini
telah berkonsensus memilih jalan demokrasi untuk menggapai keadilan dan
kemakmuran seluruh elemen yang ada di negara Indonesia ini, mulai dari para
pejabat tinggi negara hingga masyarakat jelata tanpa ada sekat pemisah sehelai
benang pun diantaranya.
Demokrasi secara etimologi berasal dari kata “demos”
yang berarti rakyat dan “kratos” yang
berarti kekuasaan. Jadi, konsep dasar demokrasi berarti “Rakyat Berkuasa” (geverment
of rule by the people). Ada pula pengertian yang paling populer di kalangan
masyarakat terhadap arti kata demokrasi yaitu pemerintahan atau kekuasaan dari
rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.
Melihat pengertian di atas, sudah jelas
bahwasanya negara yang menganut sistem pemerintahan demokrasi haruslah lebih
mengutamakan kepentingan mayoritas (rakyat) daripada kepentingan kelompok atau
bahkan kepentingan pribadi serta bersifat terbuka kepada rakyat atas semua
sistem pengelolahan negara misalnya, masalah keuangan negara,
kebijakan-kebijakan negara atas suatu permasalahan, dsb. Sehingga, dengan
demikian negara akan makmur dan sejahtera sesuai dengan apa yang terkandung
dari arti demokrasi itu sendiri.
Sayangnya, wajah demokrasi kita sekarang ini
masih sangat bopeng. Para elite politik yang telah diberikan kepercayaan oleh
rakyat untuk menjadi pejuang dan penjaga demokrasi, justru kini mereka membajak
demokrasi tersebut untuk kepentingan yang amat sempit.
Banyak para elite yang menempati pos-pos
penting di lembaga legislatif dan eksekutif, bahkan menteri aktif sekalipun
harus berurusan dengan penegak hukum karena kasus korupsi. Mereka mengeruk uang
negara semata-mata hanya untuk memenuhi kepentingan kelompoknya atau bahkan
hanya untuk memenuhi nafsu burahinya saja.
Problematika korupsi di negara kita saat ini
semakin hari semakin menumpuk dan tak ada ujung penyelesaianya. Berita masalah
korupsi setiap harinya selalu menjadi berita terhangat di kalangan masyarakat
baik di media cetak, media massa, serta media elektronik. Ini menunjukkan
bahwasanya skala korupsi di negara ini masih cukup tinggi.
Para pelaku korupsi sekarang ini saling
tuding-menuding antara yang satu dengan yang lainya, menyebabkan semakin
terbongkarnya kerjasama diantara mereka dalam sebuah aksi korupsi mengeruk uang
negara, setelah salah satu dari mereka ditetapkan sebagai tersangka. Buktinya,
Nazaruddin yang selalu membawa nama Andi Malarangeng di setiap penjelasanya di
waktu persidangan kasus korupsi proyek Hambalang, kini akhirnya terungkap juga.
Peristiwa ini sejalan dengan apa yang telah diprediksikan oleh Bung Karno untuk
Indonesia pasca lengsernya beliau dari bangku kepemimpinannya. Bung Karno pada suatu ketika pernah mengatakan “Janganlah menggunakan kesalahan
yang dilakukan orang lain, untuk membenarkan kesalahan yang sama yang kita
lakukan”. Hal ini dikatakan oleh beliau
dikarenakan beliau tahu betul karakter bangsa ini yang senang sekali
menyebutkan kesalahan yang orang lain lakukan guna menjadi pembenar atau satu
kesalahan yang sama yang kita lakukan.
Sampai sekarang ini, Indonesia masih dicap
oleh Transparency International Indonesia (TII) sebagai negara yang melakukan
korupsi tingkat tinggi. Menurut TII, Indonesia memiliki skor 32 dan menempati
urutan ke-118 dari 176 negara yang diseleksi. Posisi Indonesia sekarang ini
anjlok ketimbang tahun sebelumnya yang berada di peringkat ke-110.
Korupsi merupakan kejahatan yang sungguh luar biasa, sehingga
korupsi haruslah segera diberantas dari negeri ini, karena keberadaanya sudah
menodai arti dari demokrasi sekaligus menjadi penghambat dari tujuan demokrasi
itu sendiri. Yang seharusnya kedaulatan itu untuk rakyat, kini berubah untuk
elite atau kelompok. Sungguh memprihatinkan!
Transparansi
Usaha pemberantasan korupsi ini dapat dilakukan dengan cara
pembenahan sistem pemerintahan dan birokasinya. Sejumlah kekurangan yang ada ditutup
dengan sitem-sistem baru. Misalnya dengan mengoptimalkan penggunaan sistem
internet (online) demi membangun budaya transparan yang dapat diakses
oleh seluruh rakyat Indonesia.
Dalam hal ini, yang paling terpenting adalah
masalah keuangan negara, misalnya masalah pajak listrik, tanah, bangunan, atau
segala hal lain yang bersangkutan dengan keuangan negara. Dengan demikian,
rakyat dapat selalu mengawasi jalannya keuangan negara terkait masalah darimana
uang itu berasal, dan untuk apa uang itu digunakan. Sehingga para elite politik
yang ingin korupsi merasa terawasi dan tidak dapat berkutik sedikitpun. Dengan
upaya ini, arti demokrasi “oleh masyarakat” dapat berjalan dengan lancar,
keadilan dan kesejahteraan rakyat pun benar-benar dapat dipenuhi.
Pendidikan Karakter
Selain itu, Sumber Daya Manusia (SDM) di
lembaga pemerintahan haruslah dibenahi dan diperkuat keyakinannya. Sebab,
pencegahan dan perang melawan korupsi hanya dapat dilakukan dengan sistem baik
yang dijalankan oleh SDM yang baik pula. Sesungguhnya pembenahan SDM inilah
yang sangat penting, karena jika SDMnya baik pasti semuanya akan lebih baik.
Tanpa adanya pembenahan SDM, upaya pembenahan sistem pemerintahan dan
birokasinya tidak ada gunanya.
Dalam hal ini, pembenahan SDM tidak hanya
dengan pendidikan yang mengedepankan penguasaan teknis saja, akan tetapi
pendidikan yang juga mengedepankan nilai-nilai spiritualisnya. Karena
pendidikan yang hanya mengandalkan otak saja akan membarikan bahaya bagi negara
ini, seperti yang dikatakan oleh Theodore Roosevelt yaitu “Mendidik seseorang
dalam aspek kecerdasan otak dan bukan aspek moral adalah ancaman mara-bahaya
kepada masyarakat”.
Oleh karena itu, pendidikan karakterlah yang
dapat membentuk SDM yang berkualitas dalam hal pengetahuan sekaligus memiliki
keyakinan yang kuat kepada Sang Maha Kuasa. Sehingga pendidikan ini dapat
membentuk SDM yang bertanggung jawab, jujur, disiplin, selalu bertingkah laku
sesuai dengan norma-norma agama, hukum, budaya, dan adat istiadat, sekaligus
dapat dipercaya oleh rakyat.
Dengan ini semua, korupsi di negeri ini akan
segera berakhir, sekaligus dapan mencegah terjadinya korupsi di periode
kepemimpinan berikutnya. Sehingga, keadilan dan kesejahteraan rakyat
benar-benar dapat terpenuhi secara mutlak. Semoga!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar