A.
PENDAHULUAN
Sebuah bahasa, termasuk bahasa Arab,
pada awalnya bermula dari bahasa lisan (lughah al-Nutq) yang digunakan
para pemakai bahasa untuk berkomunikasi dengan sesamanya. Namun, seiring dengan
berjalannya waktu serta ditemukannya beberapa sebab yang dapat merubah
kemurnian dari bahasa tersebut, pada tahun selanjutnya, bahasa itu
dikodifikasikan atau dibukukan dalam bentuk bahasa tulis (lughah kitabah).
Sebagaimana telah kita ketahui,
betapa banyak bahasa yang pernah berkembang lalu punah karena belum
dikodifikasi dalam bentuk catatan. Untuk itu, proses pembukuan terhadap bahasa
tersebut sangatlah dibutuhkan guna untuk menjaga kemurnian, kelanggengan serta
pengenalan bahasa itu sendiri kepada generasi berikutnya.
Selain sebagai alat komunikasi,
bahasa juga berfungsi sebagai alat pikir atau media nalar bagi pemakai bahasa
itu sendiri. Perkembangan sebuah bahasa mengikuti perkembangan pemikiran dari
pengguna bahasa. Sedang manusia, selaku pengguna dari bahasa tersebut tidak
akan mampu menghafal dan mengembang seluruh kata dari bahasannya sekalipun ia
memiliki tingkat kecerdasan yang tinggi. Oleh sebab itu, terkadang seseorang
tidak mampu mengingat sebuah kata atau kesulitan serta mengalami kesalahan
dalam menyebut kosakata yang sesuai dengan yang ia inginkan.
Berawal dari itu semua, proses
pengkodifikasian atau pembukuan bahasa -- bahasa Arab-- sangatlah dibutuhkan.
Mengingat bahasa Arab itu kaya akan kosakata. Untuk menyebutkan suatu benda
atau perkara saja, kita dapat menggunakan dua, tiga dan seterusnya kata dalam
bahasa Arab. Namun, semua itu memiliki tempat dan waktu masing-masing ketika
kita hendak memakai kata tersebut, baik dalam bahasa lisan maupun tulisan.
Selebihnya, proses pembukuan terhadap bahasa Arab sangat penting dilakukan karena
dapat digunakan sebagai sarana untuk memudahkan dalam memahami ayat-ayat suci
Al-qur’an secara benar, terutama bagi kaum ‘Ajam.
Untuk itu, dalam makalah ini,
penulis mencoba menguraikan beberapa faktor yang dapat mendorong penyusunan
kamus Arab, tahapan kodifikasi bahasa Arab beserta komponen-komponen yang harus
ada pada kamus tersebut secara lengkap.
B. PEMBAHASAN
1.
Faktor Pendorong Penyusunan Kamus Arab
Sebagaimana dijelaskan oleh Taufiqurrachman (2008: 200), beberapa faktor
yang mendorong bangsa Arab untuk mengkodifikasi bahasa mereka dan menyusun
kamus-kamus berbahasa Arab, antara lain:
a.
Kebutuhan
bangsa Arab untuk menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an.
b.
Keinginan
untuk menjaga eksistensi bahasa mereka dalam bentuk bahasa tulis.
c.
Banyaknya
buku-buku tafsir yang terbit pada masa awal kodifikasi al-Qur’an dan hadits
tentang gharaib (kata-kata asing).
d.
Munculnya
ilmu-ilmu metodologis pertama dalam islam.
2.
Tahapan kodifikasi bahasa Arab
Ahmad Amin mengatakan dalam Taufiqurrachman (2008: 203)
menyebutkan, ada tiga tahap kodifikasi bahasa Arab hingga lahir kamus-kamus
bahasa Arab.
a)
Tahap
kodofikasi Non-Sistemik
Pada tahap ini, seorang ahli bahasa biasa melakukan perjalanan
menuju ke desa-desa. Lalu, ia mulai mencari data dengan cara mendengar secara
langsung perkataan warga Badui yang kemudian ia catat di lembaran-lembaran
tanpa menggunakan sistematika penulisan kamus. Misalnya, ia menemukan beberapa
istilah bahasa Arab untuk menyebut hujan, unta, kuda, perang, burung sahara,
kurma, dsb. Setelah itu, semua data dikumpulkan dan ditulis seadanya
berdasarkan istima’, hasil pendengaran atau observasi langsung
dilapangan.
b)
Tahap
kodifikasi tematik
Pada tahap kedua, para ulama yang tengah mengumpulkan data mulai
berfikir untuk menggunakan tehnik penulisan secara tematis. Data yang
terkumpul, mereka klasifikasikan menjadi buku atau kamus tematik. Misalnya, Abu
Zaid (737-830 M) berhasil menghimpun dua buah kamus tematik yang diberinya
judul Kitab Al-Mathar (Kamus hujan) dan Kitab Al-Ibil (Kamus
Unta). Al-‘Ashma’i (740-831) menyusun beberapa kamus tematik yang antara lain: Kitab
An-Nahl wa Al-Karam (Kamus buah kurma), Kitab Al-Khail (Kamus Kuda),
kitab Asma’ al-wushhusy (kamus nama-nama binatang buas), dan sebagainya.
Tampaknya, dii era keduanya, istilah kamus tematik lebih popular dengan sebutan
“kitab” daripada “mu’jam”.
c)
Tahap
kodifikasi Sistematik
Pada
tahap ketiga, penyusunan kamus mulai menggunakan sistematika penulisan yang
lebih baik dan memudahkan para pemakai kamus dalam mencari makna kata yang
ingin diketahui. Kamus bahasa Arab pertama yang menggunakan sistematika
tertentu adalah kamus Al-Ain karya Khalil bin Ahmad Al-Farahidy (718-768
M/100-170 H) dari Basrah. Beliau menyusun kamusnya dengan sistematika Al-Shawty
(pencarian kata berdasarkan sistem makharijul huruf/output keluarnya
huruf-huruf Arab).
3.
Komponen Kamus
Kamus dapat dikatakan sebagai kebutuhan pokok bagi orang yang
mempelajari bahasa asing, terlebih bagi pelajar pemula. Karena dengan kamus
itulah mereka dapat memperkaya perbendaharaan kosa katanya. Lebih-lebih jika
menggunakan kamus yang baik dan lengkap, pemahaman mereka terhadap suatu bahasa
asing itu akan lebih luas dan mendalam.
Kamus yang baik dan dinilai cukup lengkap
dapat dievaluasi atau dilihat dari keberadaan komponen baku yang menjadi ukuran
standar (mi’yar) sebuah kamus. Untuk melihat kelengkapan komponen sebuah
kamus, Dr. Ali al-Qasimy (1991: 167-171)
menawarkan beberapa poin yang perlu
diperhatikan. Jika semua poin tersebut terpenuhi sebuah kamus (mu’jam),
maka kamus tersebut dapat dikatagorikan sebagai kamus yang lengkap.
Isi kamus yang lengkap menurut beliau
adalah terdapat tiga bagian, yaitu:
1.
Bagian
Awal
a.
Tujuan penyusunan kamus
b.
Sumber yang digunakan
c.
Latar belakang penyusunan kamus
d.
Petunjuk penggunaan kamus
e.
Pedoman tata bahasa
f.
Jumlah materi/kata dalam kamus
g.
Keterangan singkatan
h.
Makna simbol atau gambar
i.
Kaidah transliterasi
j.
Dan informasi lainnya
2.
Bagian Utama
a.
Font (khat) yang digunakan
b.
Model kolom
c.
Informasi fonetik (ashwat)
d.
Informasi morfologis (sharaf)
e.
Informasi sintaksis (nahwu)
f.
Informasi semantik (dalalah)
g.
Contoh pemakaian kata
h.
Dalil atau syawahid (bukti pemaknaan)
i.
Gambar-gambar
j.
Informasi derivasi kata
3.
Bagian Akhir
a.
Lampiran
b.
Tabel
c.
Peta
d.
Kronologi sejarah
e.
Rumus-rumus
f.
Tentang penyusun
g.
Dan sebagainya.
Selain aspek isi (madhmun), penilaian terhadap
kamus juga mencakup aspek penampilan atau performance (syakl). Apakah
kamus tersebut dicetak dengan kualitas yang baik? Memiliki desain cover yang
artistik, harganya terjangkau, selalu muncul
edisi revisi untuk mengikuti perkembangan bahasa, dan hal-hal lain yang
menjadi pertimbangan dalam mengukur tingkat kelengkapan sebuah kamus.
C. KESIMPULAN
Bahasa
itu dinamis. Selalu berkembang sejalan dengan perkembangan pikiran serta
kebudayaan dari pengguna bahasa itu sendiri. Begitu pun dengan bahasa Arab,
juga mengalami perkembangan sejalan dengan berkembangnya pikiran dan kebudayaan
dari pengguna bahasa tersebut. Namun, lain halnya dengan bahasa yang lain,
perkembangan bahasa Arab banyak terkontaminasi oleh bahasa yang lain. Hal ini
terjadi karena penyebaran agama Islam pada awal abad Hijriyah sangatlah pesat.
Sehingga, terjadinya pencampuran bahasa antara bahasa Arab (fusha)
dengan bahasa daerah taklukan Islam itu pasti terjadi.
Berawal dari
fenomena di atas, para ilmuan muslim pada masa itu tergugah untuk
mengkodifikasi bahasa Arab (fusha) menjadi sebuah kamus (mu’jam).
Selain itu, faktor pendorong penyusunan kamus Arab yang lain di antaranya: Kebutuhan
bangsa Arab untuk menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an, keinginan untuk menjaga
eksistensi bahasa mereka dalam bentuk bahasa tulis, banyaknya buku-buku tafsir
yang terbit pada masa awal kodifikasi al-Qur’an dan hadits tentang gharaib
(kata-kata asing) serta munculnya ilmu-ilmu metodologis pertama dalam islam
Menyusun sebuah
kamus itu membutuhkan beberapa tahapan yang sistematis agar hasil yang
didapatkan sempurna. Berikut ini beberapa tahapan yang harus dilakukan oleh
orang yang hendak menyusun sebuah kamus: Pertama, tahap kodofikasi non-sistemik. Kedua, tahap kodifikasi
tematik dan yang terahir adalah tahap kodifikasi secara sistematik.
Secara garis besar, sebuah kamus dapat dikatakan bagus dan lengkap
itu apabila memuat tiga bagian pokok berikut ini: Pertama, bagian awal
yang berisi tentang tujuan dan latar belakang penyusunan kamus, referensi,
petunjuk penggunaan kamus, pedoman tata bahasa, jumlah kata dalam kamus,
keterangan singkatan, makna symbol/gambar, kaidah transliterasi, dll. Kedua,
bagian utama yang berisi tentang font, model kolom, informasi fonetik,
morfologis, sintaksis dan simantik, contoh pemakaian kata, dalil atau syawahid,
gambar-gambar dan informasi derivasi kata. Terakhir, yaitu bagian akhir yang
berisi lampiran, table, peta, kronologi sejarah, tentang penyusun dan lain
sebagainya.
Al-Qasimy, Ali. 1991. Ilm Al-Lughah Wa
Shina’ah Al-Mu’jam. Saudi Arabia: Jami’ah Malik Sa’ud.
Taufiqurrachman. 2008. Leksikologi Bahasa
Arab. Malang: UIN-Malang Press.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar