A. Pendahuluan
Teori sastra, khususnya sejak awal abad ke-20 berkembang
dengan sangat pesat. Perkembangan ini dengan sendirinya sejajar dengan
terjadinya kompleksitas kehidupan manusia, yang kemudian memicu perkembangan genre
sastra. Kemajuan dalam bidang teknologi informasi menopang sarana dan prasarana
penelitian yang secara keseluruhan membantu memberikan kemudahan dalam proses
pelaksanaannya. Fungsi utama karya sastra adalah untuk melukiskan, mencerminkan
kehidupan manusia, sedangkan kehidupan manusia itu sendiri selalu mengalami
perkembangan. Dalam hubungan inilah diperlukan genre dan teori sastra yang
berbeda untuk memahaminya.
Setiap karya sastra pasti memiliki cerita.
Ceritalah yang menjadi tiang penyangga sebuah karya sastra, tanpa cerita dan
penceritaan mungkin tak akan ada rekaman aktivitas kultural. Pernyataan ini
sejalan dengan visi sastra kontemporer yang memandang bahwa sebagai seni waktu,
penceritaan menduduki posisi penting dalam memahami aktivitas kultural, dengan
pertimbangan bahwa di satu pihak ceritalah yang menampilkan keseluruhan unsur
karya.
Berkaitan
dengan masalah konsep cerita dan penceritaan dalam suatu karya sastra itu termasuk
dalam kajian naratologi. Yang mana, hal tersebut akan penulis bahas dalam
makalah ini. Mulai dari pengertian, tokoh-tokoh, dan beberapa hal lain yang
berkaitan dengan strukturalisme naratologi tersebut.
B. Strukturalisme Naratologi
Secara definitif strukturalisme berarti paham mengenai
unsur-unsur, yaitu struktur itu sendiri, dengan mekanisme antar
hubungannya, di satu pihak antarhubungan unsur yang satu dengan unsur lainnya,
di pihak yang lain hubungan antara unsur dengan totalitasnya. Hubungan tersebut
tidak semata-mata bersifat positif, seperti keselarasan, kesesuaian, dan
kesepahaman, tetapi juga bisa negatif, seperti konflik dan pertentangan.
Istilah
struktur sering dikacaukan dengan sistem. Definisi dan ciri-ciri sruktur sering
disamakan dengan definisi dan ciri-ciri sistem. Secara etimologis struktur
berasal dari kata structura (Latin), berati bentuk, bangunan, sedangkan
sistem berasal dari kata systema (Latin), berarti cara. Struktur dengan
demikian menunjuk pada kata benda, sedangkan sistem menunjuk pada kata kerja.
Pengertian-pengertian struktur yang telah digunakan untuk menunjuk unsur-unsur
yang membentuk totalitas pada dasarnya telah mengimplikasikan keterlibatan
sistem. Artinya, cara kerja sebagaimana ditunjukkan oleh mekanisme antar
hubungan sehingga terbentuk totalitas adalah sistem. Dengan kalimat lain, tanpa
keterlibatan sistem, maka unsur-unsur hanyalah agregasi.
Dalam buku Teori, Metode dan Teknik
Penelitian Sastra dijelaskan bahwa naratologi berasal dari kata narration
(bahasa Latin, berarti cerita, perkataan, kisah, hikayat) dan logos (ilmu).
Naratologi disebut juga teori wacana (teks) naratif. Baik naratologi maupun
teori wacana (teks) naratif diartikan sebagai seperangkat konsep mengenai
cerita dan penceritaan. Sementara struktur naratif fiksional adalah rangkaian
peristiwa yang di dalamnya terkandung unsur-unsur lain, seperti: tokoh-tokoh,
latar, sudut pandang dan sebagainya. Kajian wacana naratif dalam hubungan ini
dianggap telah melibatkan bahasa, sastra dan budaya, yang dengan sendirinya
sangat relevan sebagai objek humaniora. Untuk kajian naratologi, teori sastra
kontemporer telah memberikan cakupan wilayah yang sangat luas terhadap
eksistensi naratif. Selain novel, roman, dan cerpen, dalam cakupan tersebut
termasuk juga puisi naratif, dongeng, biografi, lelucon, mitos, epik, catatan
harian, dan sebagainya. (Ratna, 2004: 128-130)
Mieke
Bal (Hudayat, 2007) menyebutkan bahwa narator atau agen naratif didefinisikan
sebagai pembicara dalam teks, subjek secara linguistik, bukan person, bukan
pengarang. Narasi baik sebagai cerita maupun penceritaan didefinisikan sebagai
representasi paling sedikit dua peristiwa faktual atau fiksional dalam urutan
waktu.
Dalam pengkajiannya, naratologi diberikan
kebebasan, maksudnya naratologi tidak membatasi diri pada
teks sastra, melainkan keseluruhan teks sebagai rekaman aktivitas manusia. Sebuah novel dianggap sebagai
sebuah totalitas suatu karya yang secara menyeluruh bersifat atristik sebagai
teks naratif. Chatman membagi unsur struktur naratif menjadi
dua bagian yaitu cerita dan wacana. Unsur cerita adalah apa yang ingin
dilukiskan dalam teks naratif itu, sedang wacana adalah bagaimana cara
melukiskanya (Nurgiyantoro, 2002: 26). Unsur cerita terdiri dari peristiwa dan
wujud keberadaanya, eksistensinya. Peristiwa itu sendiri dapat berupa aksi
(peristiwa yang berupa tindakan manusia) dan kejadian (peristiwa yang bukan
hasil tindakan manusia). Dalam wujud eksisteninya unsur cerita terdiri dari
tokoh dan latar. Wacana dipihak lain, merupakan saran untuk mengungkapkan isi.
Berdasarkan uraian di atas, dapat ditarik
kesimpulan mengenai konsep naratologi, yakni naratologi merupakan cabang dari strukturalisme yang mempelajari struktur naratif
dan bagaimana struktur tersebut mempengaruhi persepsi pembaca. Kajian
naratologi dapat digunakan untuk mengkaji karya sastra, seperti novel, roman, cerita pendek, puisi
naratif, dongeng, biografi, lelucon, mitos, epik, catatan harian, dan
sebagainya. Naratologi berasumsi bahwa, cerita adalah tulang punggung karya
sastra. Di sisi lain, cerita juga berfungsi untuk mendokumentasikan seluruh
aktivitas manusia sekaligus mewariskannya kepada generasi berikutnya.
Secara historis,
menurut Marie-Laureryan dan Van Alphen (Makaryk, ed., 1990: 110-114),
naratologi dapat dibagi menjadi tiga periode sebagai berikut:
1. Periode
prastrukturalis (-hingga tahun 1960-an)
2. Periode strukturalis (tahun 1960-an hingga tahun 1980-an)
3. Periode pascastrukturalis (tahun 1980-an hingga sekarang)
C.
Tokoh-Tokoh Strukturalisme
Naratologi
Beberapa
tokoh strukturalisme naratologi yang terkenal adalah sebagai berikut:
a)
Vladimir Lakovlevich Propp
Propp (1985-1970) dianggap sebagai strukturalis pertama yang
membicarakan secara serius struktur naratif, sekaligus memberikan makna baru
terhadap dikotomi febula dan sjuzhet (cerita dan plot). Objek penelitian Propp adalah cerita
rakyat, seratus dongeng Rusia yang
dilakukan tahun 1928 dan baru dibicarakan secara luas pada tahun 1958. Propp (1987) menyimpulkan bahwa
semua cerita yang diselidiki memiliki struktur yang sama. Artinya, dalam sebuah
cerita para pelaku dan sifat-sifatnya dapat berubah, tetapi perbuatan dan
peran-perannya sama.
Menurut Propp (1987: 24-27; cf. Scholes, 1977: 60-73; junus,
1988: 62-72), dalam struktur naratif yang penting bukanlah tokoh-tokoh,
melainkan aksi tokoh-tokoh yang selanjutnya disebut sebagai fungsi. Unsur yang
dianalisis adalah motif (elemen), unit terkecil yang membentuk tema.
b)
Claude Levi-Strauss
Claude Levi Strauss, seorang antropolog melakukan pendekatan
yang hampir sama dengan Vladimir Propp. Meskipun demikian, menurut Scholes
(1977: 59-70; cf. Junus, 1988: 64-65) keduanya tetap berbeda. Pertama,
apabila Propp memberikan perhatian pada cerita, Levi Strauss lebih banyak
memberikan perhatian pada mitos. Kedua, apabila Propp menilai cerita
sebagai kualitas estetis, Levi Strauss menilainya sebagai kualitas logis. Ketiga,
apabila Propp menggunakan konsep fungsi sebagai istilah kunci, atas dasar
asumsi linguistik seperti phone dan phoneme, Levi Strauss
mengembangkan istilah myth dan mytheme. Keempat, berbeda
dengan Propp yang memberikan perhatian pada naratif individual, Levi-Strauss
memberikan perhatian terhadap mitos yang terkandung dalam setiap dongeng, baik
secara bulat maupun fragmentaris. Menurutnya, mitos adalah naratif itu sendiri,
khususnya yang berkaitan dengan aspek-aspek kebudayaan tertentu.
c)
Tzevetan Tadorov
Tzvetan Todorov. Disamping memperjelas perbedaan
antara fabula dan sjuzhet,
Todorov (1985: 11-53) mengembangkan konsep historie dan discours
yang sejajar dengan fabula dan stuzhet. Dalam menganalisis
tokoh-tokoh, Todorov menyarankan untuk melakukannya melalui tiga dimensi,
yaitu: kehendak, komunikasi, dan partisipasi. Menurutnya, objek formal puitika
bukan interpretasi atau makna, melainkan struktur atau aspek kesastraan yang
terkandung dalam wacana. Dalam analisis harus mempertimbangkan tiga aspek,
yaitu (1) aspek sintaksis, meneliti urutan peristiwa secara kronologis dan
logis, (2) aspek semantik, berkaitan dengan makna dan lambang, meneliti tema,
tokoh, dan latar, dan (4) aspek verbal, meneliti sarana-sarana seperti sudut
pandang, gaya bahasa, dan sebagainya.
d)
Algirdas Julien Greimas
Algridas
Julien Greimas adalah seorang ahli sastra yang berasal dari Perancis. Sebagai seorang
penganut teori struktural, ia telah berhasil mengembangkan teori strukturalisme
menjadi strukturalisme naratif dan memperkenalkan konsep satuan naratif
terkecil dalam karya sastra yang disebut aktan. Teori ini dikembangkan atas
dasar analogi-analogi struktural dalam Linguistik yang berasal dari Ferdinand
de Saussure, dan Greimas menerapkan teorinya dalam dongeng atau cerita rakyat
Rusia.
Aktan adalah sesuatu yang abstrak seperti cinta,
kebebasan, atau sekelompok tokoh. Pengertian aktan dihubungkan dengan satuan
sintaksis naratif, yaitu unsur sintaksis yang mempunyai fungsi– fungsi
tertentu. Fungsi itu sendiri dapat diartikan sebagai satuan dasar cerita yang
menerangkan tindakan bermakna yang membentuk narasi. Aktan dalam teori Greimas
menempati enam fungsi, yaitu (1) subjek, (2) objek, (3) pengirim atau sender , (4) penerima atau receiver , (5) penolong atau helper,
dan (6) penentang atau opposant. Keenam fungsi aktan yang juga dapat disebut
sebagai tiga pasangan oposisional tersebut, apabila disusun dalam
sebuah skema dapat digambarkan sebagai berikut. (Jabrohim, 1996:13)
Pengirim >
Objek < Penerima
Penolong > Subjek < Penentang
Tanda panah dalam skema
menjadi unsur penting yang menghubungkan fungsi sintaksis naratif
masing-masing aktan. Adapun penjelasan dari fungsi-fungsi tersebut adalah sebagai berikut.
1. Pengirim (sender) adalah seseorang atau sesuatu yang
menjadi sumber ide dan berfungsi sebagai penggerak cerita. Sender
ini yang menimbulkan
keinginan bagi subjek untuk mendapatkan objek.
2. Penerima (receiver) adalah sesuatu atau seseorang yang
menerima objek hasil perjuangan subjek.
3.
Subjek adalah seseorang atau sesuatu yang ditugasi oleh sender untuk mendapatkan objek yang diinginkannya.
4. Objek adalah
seseorang atau sesuatu yang diinginkan atau dicari oleh subjek.
5. Penolong (helper) adalah seseorang atau sesuatu yang
membantu memudahkan usaha subjek dalam mendapatkan objek sebagai keinginannya.
6. Penghalang (opposant)
adalah seseorang atau sesuatu yang menghalangi usaha atau perjuangan subjek
dalam mendapatkan objek.
7. Tanda panah dari sender yang mengarah pada
objek mengandung arti bahwa dari sender ada keinginan untuk
mendapatkan objek. Tanda panah dari objek ke receiver mengandung arti
bahwa sesuatu yang dicari subjek atas keinginan sender diberikan pada receiver.
8. Tanda panah dari helper
ke subjek mengandung
arti bahwa helper memberikan bantuan kepada subjek dalam rangka menunaikan
tugas yang dibebankan oleh sender. Tanda panah dari opposant ke
subjek mengandung arti bahwa opposant mengganggu, menghalangi, menentang dan
merusak usaha subjek.
9. Tanda
panah subjek ke objek mengandung arti subjek bertugas menemukan objek yang dibebankan
oleh sender.
e)
Shlomith Rimmon-Kenan
Rimmon Kenan (1983: 1-5) berpendapat bahwa wacana naratif
meliputi keseluruhan kehidupan manusia. Menurutnya, teks adalah wacana yang diucapkan atau ditulis apa
yang dibaca. Dan, narration
adalah tindak atau proses produksi yang mengimplikasikan seseorang, baik sebagai
fakta maupun fiksi yang mengucapkan atau
menulis wacana. Meskipun demikian, ia hanya mencurahkan perhatiannya pada
wacana naratif fiksi. Oleh karena itulah, ia mendefinisikan fiksi naratif
sebagai urutan peristiwa fiksional. Berbeda dengan narasi lain, fiksi dengan
demikian mensyaratkan:
a) proses komunikasi, proses naratif sebagai pesan yang
ditransmisikan oleh pengirim kepada penerima, dan
b) struktur verbal medium yang digunakan untuk
mentransmisikan pesan.
D.
Kesimpulan
Naratologi
sering disebut juga dengan teori wacana teks naratif. Baik naratologi maupun
teori wacana (teks) naratif diartikan sebagai seperangkat konsep mengenai
cerita dan penceritaan. Naratologi mempunyai asumsi bahwa, cerita adalah tulang
punggung dari suatu karya sastra. Di sisi lain, cerita juga berfungsi untuk
mendokumentasikan seluruh aktivitas manusia sekaligus mewariskannya kepada
generasi berikutnya.
Secara garis besar, konsep dari naratologi dalam
meneliti suatu karya sastra, yakni mengkajinya dari sudut pandang cerita
(naration)-nya. Mempelajari struktur naratif dan bagaimana struktur tersebut
mempengaruhi persepsi pembaca. Dengan kata lain, naratologi adalah usaha untuk
mempelajari sifat ‘cerita’ sebagai konsep dan sebagai praktek budaya. Diantara
tokoh naratologi yang terkenal, yaitu: Vladimir Lakovlevich Propp, Claude Levi-Strauss, Tzevetan
Tadorov, Algirdas Julien Greimas, dan Shlomith Rimmon-Kenan.
Jabrohim.
1996. Pasar dalam Perspektif Greimas.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Junus, Umar. 1988. Karya Sebagai Sumber Makna: Pengantar Strukturalisme. Kuala Lumpur:
Dewan Bahasa dan Pustaka Kementrian Pendidikan Malaysia.
Nurgiyantoro, Burhan. 2005. Teori Pengkajian Sastra. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Ratna, Nyoman Kutha. 2004. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
blog yang sangat bagus dan sangat bermanfaat, telus menulis
BalasHapusselalu bermanfaat bagi siapa pun yang ingin menambah referensi/ilmu
BalasHapusHallo saya sedang kebingungan terkait hal ini, saya sedang berfokus pada analisa teks naratif untuk tugas kuliah, tapi tulisan saya dianggap tidak absah karena saya dari jrusan linguistik, sedangkan strukralis mengarah ke paham sastra, mohon pencerahannya
BalasHapusmantap
BalasHapus