Sabtu, 03 Mei 2014

Teori Strukturalisme Naratologi

A.    Pendahuluan
Teori sastra, khususnya sejak awal abad ke-20 berkembang dengan sangat pesat. Perkembangan ini dengan sendirinya sejajar dengan terjadinya kompleksitas kehidupan manusia, yang kemudian memicu perkembangan genre sastra. Kemajuan dalam bidang teknologi informasi menopang sarana dan prasarana penelitian yang secara keseluruhan membantu memberikan kemudahan dalam proses pelaksanaannya. Fungsi utama karya sastra adalah untuk melukiskan, mencerminkan kehidupan manusia, sedangkan kehidupan manusia itu sendiri selalu mengalami perkembangan. Dalam hubungan inilah diperlukan genre dan teori sastra yang berbeda untuk memahaminya.

Setiap karya sastra pasti memiliki cerita. Ceritalah yang menjadi tiang penyangga sebuah karya sastra, tanpa cerita dan penceritaan mungkin tak akan ada rekaman aktivitas kultural. Pernyataan ini sejalan dengan visi sastra kontemporer yang memandang bahwa sebagai seni waktu, penceritaan menduduki posisi penting dalam memahami aktivitas kultural, dengan pertimbangan bahwa di satu pihak ceritalah yang menampilkan keseluruhan unsur karya.

 Berkaitan dengan masalah konsep cerita dan penceritaan dalam suatu karya sastra itu termasuk dalam kajian naratologi. Yang mana, hal tersebut akan penulis bahas dalam makalah ini. Mulai dari pengertian, tokoh-tokoh, dan beberapa hal lain yang berkaitan dengan strukturalisme naratologi tersebut.

B.     Strukturalisme Naratologi
Secara definitif strukturalisme berarti paham mengenai unsur-unsur, yaitu struktur itu sendiri, dengan mekanisme  antar hubungannya, di satu pihak antarhubungan unsur yang satu dengan unsur lainnya, di pihak yang lain hubungan antara unsur dengan totalitasnya. Hubungan tersebut tidak semata-mata bersifat positif, seperti keselarasan, kesesuaian, dan kesepahaman, tetapi juga bisa negatif, seperti konflik dan pertentangan.

Istilah struktur sering dikacaukan dengan sistem. Definisi dan ciri-ciri sruktur sering disamakan dengan definisi dan ciri-ciri sistem. Secara etimologis struktur berasal dari kata structura (Latin), berati bentuk, bangunan, sedangkan sistem berasal dari kata systema (Latin), berarti cara. Struktur dengan demikian menunjuk pada kata benda, sedangkan sistem menunjuk pada kata kerja. Pengertian-pengertian struktur yang telah digunakan untuk menunjuk unsur-unsur yang membentuk totalitas pada dasarnya telah mengimplikasikan keterlibatan sistem. Artinya, cara kerja sebagaimana ditunjukkan oleh mekanisme antar hubungan sehingga terbentuk totalitas adalah sistem. Dengan kalimat lain, tanpa keterlibatan sistem, maka unsur-unsur hanyalah agregasi.

Dalam buku Teori, Metode dan Teknik Penelitian Sastra dijelaskan bahwa naratologi berasal dari kata narration (bahasa Latin, berarti cerita, perkataan, kisah, hikayat) dan logos (ilmu). Naratologi disebut juga teori wacana (teks) naratif. Baik naratologi maupun teori wacana (teks) naratif diartikan sebagai seperangkat konsep mengenai cerita dan penceritaan. Sementara struktur naratif fiksional adalah rangkaian peristiwa yang di dalamnya terkandung unsur-unsur lain, seperti: tokoh-tokoh, latar, sudut pandang dan sebagainya. Kajian wacana naratif dalam hubungan ini dianggap telah melibatkan bahasa, sastra dan budaya, yang dengan sendirinya sangat relevan sebagai objek humaniora. Untuk kajian naratologi, teori sastra kontemporer telah memberikan cakupan wilayah yang sangat luas terhadap eksistensi naratif. Selain novel, roman, dan cerpen, dalam cakupan tersebut termasuk juga puisi naratif, dongeng, biografi, lelucon, mitos, epik, catatan harian, dan sebagainya. (Ratna, 2004: 128-130) 
Mieke Bal (Hudayat, 2007) menyebutkan bahwa narator atau agen naratif didefinisikan sebagai pembicara dalam teks, subjek secara linguistik, bukan person, bukan pengarang. Narasi baik sebagai cerita maupun penceritaan didefinisikan sebagai representasi paling sedikit dua peristiwa faktual atau fiksional dalam urutan waktu. 
Dalam pengkajiannya, naratologi diberikan kebebasan, maksudnya naratologi tidak membatasi diri pada teks sastra, melainkan keseluruhan teks sebagai rekaman aktivitas manusia. Sebuah novel dianggap sebagai sebuah totalitas suatu karya yang secara menyeluruh bersifat atristik sebagai teks naratif. Chatman membagi unsur struktur naratif menjadi dua bagian yaitu cerita dan wacana. Unsur cerita adalah apa yang ingin dilukiskan dalam teks naratif itu, sedang wacana adalah bagaimana cara melukiskanya (Nurgiyantoro, 2002: 26). Unsur cerita terdiri dari peristiwa dan wujud keberadaanya, eksistensinya. Peristiwa itu sendiri dapat berupa aksi (peristiwa yang berupa tindakan manusia) dan kejadian (peristiwa yang bukan hasil tindakan manusia). Dalam wujud eksisteninya unsur cerita terdiri dari tokoh dan latar. Wacana dipihak lain, merupakan saran untuk mengungkapkan isi.
Berdasarkan uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan mengenai konsep naratologi, yakni naratologi merupakan cabang dari strukturalisme yang mempelajari struktur naratif dan bagaimana struktur tersebut mempengaruhi persepsi pembaca. Kajian naratologi dapat digunakan untuk mengkaji karya sastra, seperti novel, roman, cerita pendek, puisi naratif, dongeng, biografi, lelucon, mitos, epik, catatan harian, dan sebagainya. Naratologi berasumsi bahwa, cerita adalah tulang punggung karya sastra. Di sisi lain, cerita juga berfungsi untuk mendokumentasikan seluruh aktivitas manusia sekaligus mewariskannya kepada generasi berikutnya.
Secara historis, menurut Marie-Laureryan dan Van Alphen (Makaryk, ed., 1990: 110-114), naratologi dapat dibagi menjadi tiga periode sebagai berikut:
1. Periode prastrukturalis (-hingga tahun 1960-an)
2. Periode strukturalis (tahun 1960-an hingga tahun 1980-an)
3. Periode pascastrukturalis (tahun 1980-an hingga sekarang)
  
C.    Tokoh-Tokoh Strukturalisme Naratologi
Beberapa tokoh strukturalisme naratologi yang terkenal adalah sebagai berikut:
a)      Vladimir Lakovlevich Propp
Propp (1985-1970) dianggap sebagai strukturalis pertama yang membicarakan secara serius struktur naratif, sekaligus memberikan makna baru terhadap dikotomi febula dan sjuzhet (cerita dan plot). Objek penelitian Propp adalah cerita rakyat, seratus dongeng Rusia yang dilakukan tahun 1928 dan baru dibicarakan secara luas pada tahun 1958. Propp (1987) menyimpulkan bahwa semua cerita yang diselidiki memiliki struktur yang sama. Artinya, dalam sebuah cerita para pelaku dan sifat-sifatnya dapat berubah, tetapi perbuatan dan peran-perannya sama. 

Menurut Propp (1987: 24-27; cf. Scholes, 1977: 60-73; junus, 1988: 62-72), dalam struktur naratif yang penting bukanlah tokoh-tokoh, melainkan aksi tokoh-tokoh yang selanjutnya disebut sebagai fungsi. Unsur yang dianalisis adalah motif (elemen), unit terkecil yang membentuk tema.
b)     Claude Levi-Strauss
Claude Levi Strauss, seorang antropolog melakukan pendekatan yang hampir sama dengan Vladimir Propp. Meskipun demikian, menurut Scholes (1977: 59-70; cf. Junus, 1988: 64-65) keduanya tetap berbeda. Pertama, apabila Propp memberikan perhatian pada cerita, Levi Strauss lebih banyak memberikan perhatian pada mitos. Kedua, apabila Propp menilai cerita sebagai kualitas estetis, Levi Strauss menilainya sebagai kualitas logis. Ketiga, apabila Propp menggunakan konsep fungsi sebagai istilah kunci, atas dasar asumsi linguistik seperti phone dan phoneme, Levi Strauss mengembangkan istilah myth dan mytheme. Keempat, berbeda dengan Propp yang memberikan perhatian pada naratif individual, Levi-Strauss memberikan perhatian terhadap mitos yang terkandung dalam setiap dongeng, baik secara bulat maupun fragmentaris. Menurutnya, mitos adalah naratif itu sendiri, khususnya yang berkaitan dengan aspek-aspek kebudayaan tertentu.

c)      Tzevetan Tadorov
Tzvetan Todorov. Disamping memperjelas perbedaan antara fabula dan sjuzhet, Todorov (1985: 11-53) mengembangkan konsep historie dan discours yang sejajar dengan fabula dan stuzhet. Dalam menganalisis tokoh-tokoh, Todorov menyarankan untuk melakukannya melalui tiga dimensi, yaitu: kehendak, komunikasi, dan partisipasi. Menurutnya, objek formal puitika bukan interpretasi atau makna, melainkan struktur atau aspek kesastraan yang terkandung dalam wacana. Dalam analisis harus mempertimbangkan tiga aspek, yaitu (1) aspek sintaksis, meneliti urutan peristiwa secara kronologis dan logis, (2) aspek semantik, berkaitan dengan makna dan lambang, meneliti tema, tokoh, dan latar, dan (4) aspek verbal, meneliti sarana-sarana seperti sudut pandang, gaya bahasa, dan sebagainya.

d)     Algirdas Julien Greimas
Algridas Julien Greimas adalah seorang ahli sastra yang berasal dari Perancis. Sebagai seorang penganut teori struktural, ia telah berhasil mengembangkan teori strukturalisme menjadi strukturalisme naratif dan memperkenalkan konsep satuan naratif terkecil dalam karya sastra yang disebut aktan. Teori ini dikembangkan atas dasar analogi-analogi struktural dalam Linguistik yang berasal dari Ferdinand de Saussure, dan Greimas menerapkan teorinya dalam dongeng atau cerita rakyat Rusia. 
 
 Aktan adalah sesuatu yang abstrak seperti cinta, kebebasan, atau sekelompok tokoh. Pengertian aktan dihubungkan dengan satuan sintaksis naratif, yaitu unsur sintaksis yang mempunyai fungsi– fungsi tertentu. Fungsi itu sendiri dapat diartikan sebagai satuan dasar cerita yang menerangkan tindakan bermakna yang membentuk narasi. Aktan dalam teori Greimas menempati enam fungsi, yaitu (1) subjek, (2) objek, (3) pengirim atau sender , (4) penerima atau receiver , (5) penolong atau helper, dan (6) penentang atau opposant. Keenam fungsi aktan yang juga dapat disebut sebagai tiga pasangan oposisional tersebut, apabila disusun dalam sebuah skema dapat digambarkan sebagai berikut. (Jabrohim, 1996:13)

Pengirim    >      Objek      <     Penerima

Penolong   >      Subjek       <  Penentang

Tanda panah dalam skema menjadi unsur penting yang menghubungkan fungsi sintaksis naratif masing-masing aktan. Adapun penjelasan dari fungsi-fungsi tersebut adalah sebagai berikut.

1. Pengirim (sender) adalah seseorang atau sesuatu yang menjadi sumber ide dan berfungsi sebagai penggerak cerita. Sender ini yang menimbulkan keinginan bagi subjek untuk mendapatkan objek.
2. Penerima (receiver) adalah sesuatu atau seseorang yang menerima objek hasil perjuangan subjek.
3. Subjek adalah seseorang atau sesuatu yang ditugasi oleh sender  untuk mendapatkan objek yang diinginkannya.
4. Objek adalah seseorang atau sesuatu yang diinginkan atau dicari oleh subjek.
 5. Penolong (helper) adalah seseorang atau sesuatu yang membantu memudahkan usaha subjek dalam mendapatkan objek sebagai keinginannya.
6. Penghalang (opposant) adalah seseorang atau sesuatu yang menghalangi usaha atau perjuangan subjek dalam mendapatkan objek.
7. Tanda panah dari sender yang mengarah pada objek mengandung arti bahwa dari sender  ada keinginan untuk mendapatkan objek. Tanda panah dari objek ke receiver mengandung arti bahwa sesuatu yang dicari subjek atas keinginan sender diberikan pada receiver.
8. Tanda panah dari helper ke subjek mengandung arti bahwa helper memberikan bantuan kepada subjek dalam rangka menunaikan tugas yang dibebankan oleh sender. Tanda panah dari opposant  ke subjek mengandung arti bahwa opposant mengganggu, menghalangi, menentang dan merusak usaha subjek.
9. Tanda panah subjek ke objek mengandung arti subjek bertugas menemukan objek yang dibebankan oleh sender.

e)      Shlomith Rimmon-Kenan
Rimmon Kenan (1983: 1-5) berpendapat bahwa wacana naratif meliputi keseluruhan kehidupan manusia. Menurutnya, teks adalah wacana yang diucapkan atau ditulis apa yang dibaca. Dan,  narration adalah tindak atau proses produksi yang mengimplikasikan seseorang, baik sebagai fakta maupun fiksi yang mengucapkan atau menulis wacana. Meskipun demikian, ia hanya mencurahkan perhatiannya pada wacana naratif fiksi. Oleh karena itulah, ia mendefinisikan fiksi naratif sebagai urutan peristiwa fiksional. Berbeda dengan narasi lain, fiksi dengan demikian mensyaratkan:
a) proses komunikasi, proses naratif sebagai pesan yang ditransmisikan oleh pengirim kepada penerima, dan
b) struktur verbal medium yang digunakan untuk mentransmisikan pesan.

D.    Kesimpulan
Naratologi sering disebut juga dengan teori wacana teks naratif. Baik naratologi maupun teori wacana (teks) naratif diartikan sebagai seperangkat konsep mengenai cerita dan penceritaan. Naratologi mempunyai asumsi bahwa, cerita adalah tulang punggung dari suatu karya sastra. Di sisi lain, cerita juga berfungsi untuk mendokumentasikan seluruh aktivitas manusia sekaligus mewariskannya kepada generasi berikutnya.
Secara garis besar, konsep dari naratologi dalam meneliti suatu karya sastra, yakni mengkajinya dari sudut pandang cerita (naration)-nya. Mempelajari struktur naratif dan bagaimana struktur tersebut mempengaruhi persepsi pembaca. Dengan kata lain, naratologi adalah usaha untuk mempelajari sifat ‘cerita’ sebagai konsep dan sebagai praktek budaya. Diantara tokoh naratologi yang terkenal, yaitu: Vladimir Lakovlevich Propp, Claude Levi-Strauss, Tzevetan Tadorov, Algirdas Julien Greimas, dan Shlomith Rimmon-Kenan.

DAFTAR PUSTAKA

Jabrohim. 1996. Pasar dalam Perspektif Greimas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Junus, Umar. 1988. Karya Sebagai Sumber Makna: Pengantar Strukturalisme. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka Kementrian Pendidikan Malaysia.
Nurgiyantoro, Burhan. 2005. Teori Pengkajian Sastra. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Ratna, Nyoman Kutha. 2004. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

4 komentar:

  1. blog yang sangat bagus dan sangat bermanfaat, telus menulis

    BalasHapus
  2. selalu bermanfaat bagi siapa pun yang ingin menambah referensi/ilmu

    BalasHapus
  3. Hallo saya sedang kebingungan terkait hal ini, saya sedang berfokus pada analisa teks naratif untuk tugas kuliah, tapi tulisan saya dianggap tidak absah karena saya dari jrusan linguistik, sedangkan strukralis mengarah ke paham sastra, mohon pencerahannya

    BalasHapus