Judul buku: Buku Saku Rahasia Kebahagiaan: Bekal Spiritual Orang
Beriman Menghadapi Kesulitan Hidup
Penulis: Ibnu Qadhib al-Ban
Penerjemah: Fauzi Faisal Bahreisy
Penerbit: Zaman
Cetakan: Pertama, 2013
Tebal Buku: 192 halaman
ISBN: 978-602-1687-04-8
Peresensi: Wahyu Eko Sasmito, Mahasiswa di Fakultas Adab dan Humaniora UIN Sunan Ampel, Surabaya
Peresensi: Wahyu Eko Sasmito, Mahasiswa di Fakultas Adab dan Humaniora UIN Sunan Ampel, Surabaya
Sebagaimana kita ketahui, hidup di dunia ini takkan pernah statis
melainkan dinamis. Selalu berputar dan berganti. Tidak selamanya kita diliputi
kesenangan dan kebahagiaan. Tapi, sesekali kita juga akan dirudung kesedihan
dan kemiskinan. Keadaan seperti ini akan selalu silih berganti dalam kehidupan
kita sehari-hari karena semuanya merupakan ujian dari Tuhan. Sebagaimana
ditegaskan dalam firman-Nya: “Kami menguji kalian dengan kebaikan dan
keburukan sebagai cobaan” (Al-Anbiya’: 35).
Dalam menghadapi ujian tersebut, setiap orang memiliki cara dan
perspektif yang berbeda-beda antara yang satu dengan yang lainnya. Ada yang
menyimpang dari syari’at dan bahkan menyekutukan Allah tatkala mendapatkan
musibah. Akan tetapi, ada pula yang semakin mendekatkan diri kepada Allah
tatkala musibah menghampiri hidupnya. Hal ini tergantung seberapa beningnya pikiran
dan seberapa bersihnya jiwa kita dalam menyikapi musibah tersebut.
Melalui buku setebal 192 halaman ini, Ibnu Qadhib al-Ban menghimpun
berbagai hikmah dan riwayat, mulai dari ayat-ayat Al-Quran, hadis Nabi Muhammad
SAW, perkataan para Sahabat, Tabi’in sampai pada para ilmuan muslim terkemuka
seperti Ibnu Athaillah, Imam al-Ghozali dan lain sebagainya.
Selebihnya, di dalam menjabarkan hikmah atau riwayat tersebut,
Sayyid Abdullah ibn Sayyid Muhammad al-Hijazi (nama asli dari Ibnu Qadhib
al-Ban) selalu menyelipkan kisah-kisah inspiratif yang sesuai dengan tema
permasalahan. Sehingga ketika kita membacanya, saat itu juga, seolah-olah kita diajak
untuk merasakan secara langsung kejadian tersebut di dunia nyata. Hal inilah
yang menjadikan buku ini sangat menarik untuk dibaca.
Sekumpulan kalam hikmah, riwayat dan beragam kisah inspiratif
tersebut, secara garis besar menerangkan bagaimana caranya meraih kesuksesan
dalam menghadapi beragam kesulitan hidup yang kita hadapi sehari-hari. Arti dari
kesuksesan di sini bukan sekadar kesuksesan yang berbentuk materi (tercapainya
keinginan atau impian) saja, melainkan kesuksesan yang bersifat hakiki. Yakni, tercapainya
kesuksesan di dunia maupun akhirat. Kesuksesan yang mampu memberikan ketenangan
jiwa, hati serta meningkatkan ketakwaan seorang hamba kepada Sang Maha
Pencipta.
Misalnya, kisah Bazrajamhar yang dipenjarakan oleh Anusyirwan
karena ia sering mengkritik kepemimpinannya (hlm. 29-31). Meski Bazrajamhar dipenjara
di tempat yang sempit, gelap, serta hanya dikasih makan tidak lebih dari dua
piring dan segelas air, ia tetap kelihatan bahagia. Hal ini membuat Anusyirwan
menjadi tambah geram sekaligus penasaran. Akhirnya, ia pun memerintahkan
pengawalnya untuk mencari tahu rahasia apa yang membuat Bazrajamhar tetap
bahagia di tengah siksaan yang ia berikan.
Para pengawal itu pun akhirnya mendatangkan beberapa sahabat
Bazrajamhar agar menanyakan perihal rahasia kebahagianya tersebut. Dari
sinilah, rahasia itu dapat diketahui. Ternyata Bazrajamhar memiliki formula
bahagia tersendiri untuk menghadapi beragam kesulitan hidupnya. Formula itu
terdiri dari enam resep yang sangat mujarab, yaitu : Pertama, adalah yakin
kepada Allah. Kedua, berprasangka baik kepada Allah dan yakin bahwa
segala yang ditetapkan-Nya pasti terjadi. Ketiga, menjaga kesabaran. Keempat,
menunjukkan rasa papa dan tidak berdaya. Kelima, memperhatikan musibah lebih besar yang menimpa
orang lain. Keenam, menantikan jalan keluar setiap waktu”.
Keenam resep di atas itulah yang dapat kita jadikan kunci untuk
membuka pintu kesuksesan hakiki pada setiap musibah atau kesulita hidup yang
kita hadapi. Dengan yakin kepada Allah, semua urusan yang kita hadapi akan
dipermudah oleh-Nya. Karena semua yang terjadi di bumi ini datangnya dari Allah
dan Dia pula yang mengahirinya. Untuk itu, sebagai bentuk konsekuensinya, kita
harus bertawakal kepada-Nya. Wujud tawakal adalah menerima bagian yang telah
ditetapkan untuk diri kita dan tak merisaukannya. Al-Imam al-Jawad r.a.
berkata, “Siapa yang yakin kepada Allah, pastia Dia perlihatkan kegembiraan
kepadanya. Siapa yang bertawakal kepada Allah, pasti Dia cukupi semua
urusannya.”
Berprasangka baik kepada Allah merupakan konsekuensi yang berikutnya.
Hal ini dapat kita wujudkan dengan mengingat karunia yang telah Allah
anugerahkan kepada kita serta terus menantikan kebaikan yang akan Dia berikan.
Karena hanya dengan berprasangka baik kepada-Nyalah kita akan mampu melihat
hikmah atas musibah yang kita hadapi. Sebaliknya, jika kita berprasangka buruk
kepada-Nya, yang ada jiwa dan perasaan kita akan dipenuhi amarah, gelisah, dan
kekesalan kepada Allah, kemudian kita menuduh-Nya telah berbuat buruk kepada
diri kita. Akibatnya, kita sering jatuh dalam kegelisahan dan putus asa ketika
semua impian dan keinginan tidak terwujudkan. Kemudian kesedihan itu terus
berlarut hingga akhirnya kita kesulitan melepaskan diri dari penderitaan dan
cenderung lebih banyak melanggar dan berbuat dosa karena tidak bisa
berprasangka baik kepada Allah.
Sabar merupakan senjata terbaik untuk menghadapi semua ujian. Sabar
merupakan sumber kelapangan hati dan tangga untuk meraih tujuan (hlm 66). Nabi
Muhammad SAW bersabda, “Bersama kemenangan ada kesabaran, bersama kesempitan
ada jalan keluar, dan bersama kesulitan ada kemudahan.”
Berdo’a juga menjadi suatu keharusan ketika musibah menimpa diri
kita. Karena do’a dapat merubah kadar (ketentuan) Allah. Do’a seorang hamba
akan segera terkabulkan jika dalam berdo’a kepada Allah menunjukkan sikap papa
dan tak berdaya kepada-Nya. Perlu diketahui, bahwasanya Allah itu mengabulkan
do’a kita sesuai dengan kehendak dari-Nya, bukan kehendak dari kita. Bisa jadi
apa yang kita anggap baik bagi diri kita itu jelek di mata Allah, dan begitu
juga sebaliknya.
Untuk itu, lebih baik kita pasrah menerima keputusan dari-Nya
kemudian bersabar dan seraya melihat musibah lebih besar yang menimpa orang
lain agar kita mampu menerima semuanya dengan penuh keikhlasan dan keridoan. Di
samping itu, kita harus senantiasa menantikan jalan keluar yang akan diberikan
oleh Allah kepada diri kita. Namun, bukan berarti kita harus berpangku tangan,
melainkan juga dibarengi dengan usaha yang baik. Yaitu usaha yang tidak
melanggar norma-norma sosial dan agama. Karena sebaik-baik tawakal adalah yang
dibarengi dengan usaha. Dengan demikian, jiwa dan perasaan kita akan merasa
lebih tenang dan tidak penuh dengan kerisauan dikala menghadapi berbagai macam
kesulitan.
Alhasil, buku ini sangatlah cocok untuk kita baca khususnya bagi
yang tengah dirudung masalah dan selalu berlarut-larut di dalamnya. Karena,
buku ini tidak hanya menjelaskan tentang bagaimana membentuk formula bahagia
sebagai kunci meraih kesuksesan dalam menghadapi kesulitan saja. Tapi, buku ini
juga menyuguhkan beragam kumpulan do’a pelipur lara sekaligus menerangkan tentang
bagaimana caranya do’a-do’a yang kita panjatkan kepada Allah akan segera
dikabulkan. Selamat membaca!
Peresensi: Wahyu Eko Sasmito, Mahasiswa di Fakultas Adab dan Humaniora, UIN Sunan Ampel, Surabaya. Resensi ini pernah dimuat di Wasathon.com, 14 April 2014.
Thanks infonya. Oiya ngomongin sukses, ternyata ada loh satu kemampuan penting yang harus kamu miliki jika mau meraih sukses. Tips ini dikasih tau langsung oleh miliarder ternama Warren Buffett. Yuk cek di sini: Kemampuan penting untuk sukses
BalasHapus