Jumat, 27 Desember 2013

Pornografi-pornoaksi, Perusak Moral Bangsa!


Akhir-akhir ini, banyak beredar berita tentang pornografi-pornoaksi di berbagai media, baik cetak maupun elektronik. Kasus ini rupanya telah menjamah ke berbagai belahan di penjuru bangsa kita, Indonesia. Dulu, pornografi dan pornoaksi merupakan suatu hal yang sangat tabu bagi bangsa kita, sekarang berubah menjadi hal yang biasa –bahkan menjadi salah satu kebudayaan-- bagi para penggemar “bercinta sebelum nikah” (pacaran). Buktinya, hampir setiap hari media massa selalu menyuguhkan berita tentang kasus ini.

Lebih-kurang sebulan yang lalu, publik, khususnya masyarakat yang berkecimpung dalam dunia pendidikan dibuat malu dengan sebuah pameran video asusila SMPN 4, Jakarta. Lembaga pendidikan, yang notabene mendidik para siswanya agar menjadi manusia yang berintelektual tinggi, berkarakter dan mertabat, tak mampu membendung perilaku bejat tersebut karena dampak dari pornografi-pornoaksi yang semakin bebas di negara kita saat ini. Bukannya pendidikan karakter itu hanya akan dapat dicapai jika penyampaiannya kepada peserta didik melalui cara dicontohkan (diteladankan), bukan hanya diajarkan? Oleh karena itu, keadaan lingkungan dari peserta didik sangat besar pengaruhnya terhadap keberhasilan pendidikan karakter tersebut. 

Selanjutnya, beberapa minggu yang lalu, kota Surabaya juga digemparkan oleh perilaku bejat dari seorang ibu rumah tangga yang melampiaskan nafsunya kepada para pelajar. Mulai dari anak SD, SMP dan SMA. Sebagaimana diberitakan, ibu ini bernama Maslikah (34). Meski dia telah mempunyai suami dan dikarunia dua anak, dia sering melakukan perbuatan bejat ini, sampai-sampai lupa sudah berapa dia melakukannya. Di samping itu, satuan polisi yang melakukan razia ke beberapa hotel yang berada di berbagai daerah di Indonesia, juga berhasil menjaring banyak pasangan (tanpa ada ikatan nikah) melakukan perbuatan asusila. Sungguh ironis bukan?  

Masyarakat Indonesia, yang notabene masyarakat Timur, acapkali dianggap sebagai masyarakat yang menjunjung tinggi nilai-nilai kesopanan. Dengan seketika, kini telah berubah bak masyarakat Barat yang dianggap oleh publik sebagai lambang pengumbaran nafsu seksual secara bebas tanpa norma dan susila. Hal ini terjadi tidak lain karena kasus pornografi dan pornoaksi yang semakin lama semakin menjalar di negara kita ini.

Istilah pornografi jika dilacak pengertiannya secara etimologis berasal dari Yunani kuno “porne” yang berarti wanita jalang, dan “graphos” yang artinya gambar atau lukisan. Sedangkan, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pornografi diartikan sebagai: (1) penggambaran tingkah laku secara erotis dengan lukisan atau untuk membangkitkan nafsu birahi, mempunyai kecenderungan merendahkan kaum wanita; (2) bahan yang dirancang dengan sengaja dan semata-mata untuk membangkitkan nafsu seks.

Beberapa istilah yang seringkali dikaitkan dengan pornografi diantaranya adalah pornokitsch yang bermakna selera rendah; obscenity yang bermakna kecabulan, keji dan kotor, tindak senonoh, melanggar kesusilaan dan kesopanan. Sedangkan, pengertian pornoaksi adalah perwujudan melalui suatu tindakan dari hal-hal yang terkandung maknanya dalam pornografi tersebut (Anita Widarti sebagaimana dikutip oleh Kutbuddin Aibak, 2009).

Berawal dari pengertian tersebut, dapat kita simpulkan bahwasanya pornografi dan pornoaksi merupakan perbuatan yang tercela dan sangat tidak patut untuk dipraktikkan dalam peradaban bangsa ini. Selebihnya, sebagai bangsa yang besar, yang terlanjur dikenal oleh manca negara sebagai bangsa yang adib (beradab dan bermoral), seharusnya kita selalu mempertahankan serta menunjukkan kekonsistenan kita dalam berperilaku yang sopan, santun, ramah-tamah dan bermoral kepada mereka. Bukan malah sebaliknya, mengikuti peradaban Barat yang dapat merusak moral asli bangsa kita sendiri.      
  
Pornografi dan pornoaksi ini memberikan dampak yang buruk terhadap kelangsungan peradaban bangsa kita. Pornografi-pornoaksi selain akan membuat pikiran kita berorientasi pada hal-hal yang berbau seks, juga akan menggiring pada perubahan tata nilai. Nilai-nilai religus akan tergusur dan kepedulian masyarakat terhadap nilai-nilai sosial akan semakin melemah. Padahal, nilai-nilai tersebut sangat berpengaruh besar terhadap perubahan ke arah yang lebih baik dan bermartabat pada suatu susunan sosial (bangsa dan negara). Bagaimanakah keadaan bangsa ini sepuluh atau bahkan setahun lagi jika masyarakatnya apatis terhadap nilai-nilai sosial dan religius?

Lebih parahnya lagi, pornografi dan pornoaksi tersebut dapat merubah perilaku yang mulanya mengutamakan intelektualitas dan budaya tinggi berupa kreativitas dan kasih sayang berganti menjadi budaya rendahan seperti seks dan beberapa perbuatan buruk lainnya. Hal inilah yang menyebabkan pornografi dan pornoaksi dapat merusak atau bahkan menghancurkan moral dari suatu bangsa.

Oleh: Wahyu Eko Sasmito, Akademisi di Fakultas Adab (Sastra dan Humanior), UIN Sunan Ampel, Surabaya. Tulisan ini pernah dimuat di Duta Masyarakat: 3 Desember 2013.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar