Sabtu, 03 Mei 2014

Faktor Pendorong Penyusunan dan Komponen Kamus Arab


A.    PENDAHULUAN
Sebuah bahasa, termasuk bahasa Arab, pada awalnya bermula dari bahasa lisan (lughah al-Nutq) yang digunakan para pemakai bahasa untuk berkomunikasi dengan sesamanya. Namun, seiring dengan berjalannya waktu serta ditemukannya beberapa sebab yang dapat merubah kemurnian dari bahasa tersebut, pada tahun selanjutnya, bahasa itu dikodifikasikan atau dibukukan dalam bentuk bahasa tulis (lughah kitabah).
Sebagaimana telah kita ketahui, betapa banyak bahasa yang pernah berkembang lalu punah karena belum dikodifikasi dalam bentuk catatan. Untuk itu, proses pembukuan terhadap bahasa tersebut sangatlah dibutuhkan guna untuk menjaga kemurnian, kelanggengan serta pengenalan bahasa itu sendiri kepada generasi berikutnya.
Selain sebagai alat komunikasi, bahasa juga berfungsi sebagai alat pikir atau media nalar bagi pemakai bahasa itu sendiri. Perkembangan sebuah bahasa mengikuti perkembangan pemikiran dari pengguna bahasa. Sedang manusia, selaku pengguna dari bahasa tersebut tidak akan mampu menghafal dan mengembang seluruh kata dari bahasannya sekalipun ia memiliki tingkat kecerdasan yang tinggi. Oleh sebab itu, terkadang seseorang tidak mampu mengingat sebuah kata atau kesulitan serta mengalami kesalahan dalam menyebut kosakata yang sesuai dengan yang ia inginkan.
Berawal dari itu semua, proses pengkodifikasian atau pembukuan bahasa -- bahasa Arab-- sangatlah dibutuhkan. Mengingat bahasa Arab itu kaya akan kosakata. Untuk menyebutkan suatu benda atau perkara saja, kita dapat menggunakan dua, tiga dan seterusnya kata dalam bahasa Arab. Namun, semua itu memiliki tempat dan waktu masing-masing ketika kita hendak memakai kata tersebut, baik dalam bahasa lisan maupun tulisan. Selebihnya, proses pembukuan terhadap bahasa Arab sangat penting dilakukan karena dapat digunakan sebagai sarana untuk memudahkan dalam memahami ayat-ayat suci Al-qur’an secara benar, terutama bagi kaum ‘Ajam.
Untuk itu, dalam makalah ini, penulis mencoba menguraikan beberapa faktor yang dapat mendorong penyusunan kamus Arab, tahapan kodifikasi bahasa Arab beserta komponen-komponen yang harus ada pada kamus tersebut secara lengkap.

B. PEMBAHASAN

1.      Faktor Pendorong Penyusunan Kamus Arab
Sebagaimana dijelaskan oleh Taufiqurrachman (2008: 200), beberapa faktor yang mendorong bangsa Arab untuk mengkodifikasi bahasa mereka dan menyusun kamus-kamus berbahasa Arab, antara lain: 
a.       Kebutuhan bangsa Arab untuk menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an.
b.      Keinginan untuk menjaga eksistensi bahasa mereka dalam bentuk bahasa tulis.
c.       Banyaknya buku-buku tafsir yang terbit pada masa awal kodifikasi al-Qur’an dan hadits tentang gharaib (kata-kata asing).
d.      Munculnya ilmu-ilmu metodologis pertama dalam islam. 
 
2.      Tahapan kodifikasi bahasa Arab
Ahmad Amin mengatakan dalam Taufiqurrachman (2008: 203) menyebutkan, ada tiga tahap kodifikasi bahasa Arab hingga lahir kamus-kamus bahasa Arab.
a)      Tahap kodofikasi Non-Sistemik
Pada tahap ini, seorang ahli bahasa biasa melakukan perjalanan menuju ke desa-desa. Lalu, ia mulai mencari data dengan cara mendengar secara langsung perkataan warga Badui yang kemudian ia catat di lembaran-lembaran tanpa menggunakan sistematika penulisan kamus. Misalnya, ia menemukan beberapa istilah bahasa Arab untuk menyebut hujan, unta, kuda, perang, burung sahara, kurma, dsb. Setelah itu, semua data dikumpulkan dan ditulis seadanya berdasarkan istima’, hasil pendengaran atau observasi langsung dilapangan.
b)      Tahap kodifikasi tematik
Pada tahap kedua, para ulama yang tengah mengumpulkan data mulai berfikir untuk menggunakan tehnik penulisan secara tematis. Data yang terkumpul, mereka klasifikasikan menjadi buku atau kamus tematik. Misalnya, Abu Zaid (737-830 M) berhasil menghimpun dua buah kamus tematik yang diberinya judul Kitab Al-Mathar (Kamus hujan) dan Kitab Al-Ibil (Kamus Unta). Al-‘Ashma’i (740-831) menyusun beberapa kamus tematik yang antara lain: Kitab An-Nahl wa Al-Karam (Kamus buah kurma), Kitab Al-Khail (Kamus Kuda), kitab Asma’ al-wushhusy (kamus nama-nama binatang buas), dan sebagainya. Tampaknya, dii era keduanya, istilah kamus tematik lebih popular dengan sebutan “kitab” daripada “mu’jam”.
c)      Tahap kodifikasi Sistematik
Pada tahap ketiga, penyusunan kamus mulai menggunakan sistematika penulisan yang lebih baik dan memudahkan para pemakai kamus dalam mencari makna kata yang ingin diketahui. Kamus bahasa Arab pertama yang menggunakan sistematika tertentu adalah kamus Al-Ain karya Khalil bin Ahmad Al-Farahidy (718-768 M/100-170 H) dari Basrah. Beliau menyusun kamusnya dengan sistematika Al-Shawty (pencarian kata berdasarkan sistem makharijul huruf/output keluarnya huruf-huruf Arab).

3.      Komponen Kamus
Kamus dapat dikatakan sebagai kebutuhan pokok bagi orang yang mempelajari bahasa asing, terlebih bagi pelajar pemula. Karena dengan kamus itulah mereka dapat memperkaya perbendaharaan kosa katanya. Lebih-lebih jika menggunakan kamus yang baik dan lengkap, pemahaman mereka terhadap suatu bahasa asing itu akan lebih luas dan mendalam.
Kamus yang baik dan dinilai cukup lengkap dapat dievaluasi atau dilihat dari keberadaan komponen baku yang menjadi ukuran standar (mi’yar) sebuah kamus. Untuk melihat kelengkapan komponen sebuah kamus, Dr. Ali al-Qasimy (1991: 167-171) menawarkan beberapa poin yang perlu diperhatikan. Jika semua poin tersebut terpenuhi sebuah kamus (mu’jam), maka kamus tersebut dapat dikatagorikan sebagai kamus yang lengkap.
Isi kamus yang lengkap menurut beliau adalah terdapat tiga bagian, yaitu:
1.      Bagian Awal
a.       Tujuan penyusunan kamus
b.      Sumber yang digunakan
c.       Latar belakang penyusunan kamus
d.      Petunjuk penggunaan kamus
e.       Pedoman tata bahasa
f.       Jumlah materi/kata dalam kamus
g.      Keterangan singkatan
h.      Makna simbol atau gambar
i.        Kaidah transliterasi
j.        Dan informasi lainnya

2.      Bagian Utama
a.       Font (khat) yang digunakan
b.      Model kolom
c.       Informasi fonetik (ashwat)
d.      Informasi morfologis (sharaf)
e.       Informasi sintaksis (nahwu)
f.       Informasi semantik (dalalah)
g.      Contoh pemakaian kata
h.      Dalil atau syawahid (bukti pemaknaan)
i.        Gambar-gambar
j.        Informasi derivasi kata
3.      Bagian Akhir
a.       Lampiran
b.      Tabel
c.       Peta
d.      Kronologi sejarah
e.       Rumus-rumus
f.       Tentang penyusun
g.      Dan sebagainya.
Selain aspek isi (madhmun), penilaian terhadap kamus juga mencakup aspek penampilan atau performance (syakl). Apakah kamus tersebut dicetak dengan kualitas yang baik? Memiliki desain cover yang artistik, harganya terjangkau, selalu muncul  edisi revisi untuk mengikuti perkembangan bahasa, dan hal-hal lain yang menjadi pertimbangan dalam mengukur tingkat kelengkapan sebuah kamus.

C. KESIMPULAN
Bahasa itu dinamis. Selalu berkembang sejalan dengan perkembangan pikiran serta kebudayaan dari pengguna bahasa itu sendiri. Begitu pun dengan bahasa Arab, juga mengalami perkembangan sejalan dengan berkembangnya pikiran dan kebudayaan dari pengguna bahasa tersebut. Namun, lain halnya dengan bahasa yang lain, perkembangan bahasa Arab banyak terkontaminasi oleh bahasa yang lain. Hal ini terjadi karena penyebaran agama Islam pada awal abad Hijriyah sangatlah pesat. Sehingga, terjadinya pencampuran bahasa antara bahasa Arab (fusha) dengan bahasa daerah taklukan Islam itu pasti terjadi.
Berawal dari fenomena di atas, para ilmuan muslim pada masa itu tergugah untuk mengkodifikasi bahasa Arab (fusha) menjadi sebuah kamus (mu’jam). Selain itu, faktor pendorong penyusunan kamus Arab yang lain di antaranya:  Kebutuhan bangsa Arab untuk menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an, keinginan untuk menjaga eksistensi bahasa mereka dalam bentuk bahasa tulis, banyaknya buku-buku tafsir yang terbit pada masa awal kodifikasi al-Qur’an dan hadits tentang gharaib (kata-kata asing) serta munculnya ilmu-ilmu metodologis pertama dalam islam
Menyusun sebuah kamus itu membutuhkan beberapa tahapan yang sistematis agar hasil yang didapatkan sempurna. Berikut ini beberapa tahapan yang harus dilakukan oleh orang yang hendak menyusun sebuah kamus: Pertama, tahap kodofikasi non-sistemik. Kedua, tahap kodifikasi tematik dan yang terahir adalah tahap kodifikasi secara sistematik.
Secara garis besar, sebuah kamus dapat dikatakan bagus dan lengkap itu apabila memuat tiga bagian pokok berikut ini: Pertama, bagian awal yang berisi tentang tujuan dan latar belakang penyusunan kamus, referensi, petunjuk penggunaan kamus, pedoman tata bahasa, jumlah kata dalam kamus, keterangan singkatan, makna symbol/gambar, kaidah transliterasi, dll. Kedua, bagian utama yang berisi tentang font, model kolom, informasi fonetik, morfologis, sintaksis dan simantik, contoh pemakaian kata, dalil atau syawahid, gambar-gambar dan informasi derivasi kata. Terakhir, yaitu bagian akhir yang berisi lampiran, table, peta, kronologi sejarah, tentang penyusun dan lain sebagainya.      

  DAFTAR PUSTAKA
Al-Qasimy, Ali. 1991. Ilm Al-Lughah Wa Shina’ah Al-Mu’jam. Saudi Arabia: Jami’ah Malik Sa’ud.
Taufiqurrachman. 2008. Leksikologi Bahasa Arab. Malang: UIN-Malang Press.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penggunaan dan Perkembangan Bahasa


A.  PENDAHULUAN
Berbahasa bukanlah kegiatan manusia yang berdiri sendiri, sebab dalam kegiatan itu selalu tersangkut pula dengan kegiatan lainnya. Oleh karena itu, dalam usaha memahami atau mempelajari bahasa, kita tidak cukup dengan hanya memahami struktur bahasa itu saja, melainkan harus pula memahami sangkut-paut bahasa itu dengan berbagai hal di luarnya. Apalagi, dalam memahami terjadinya perubahan pada penggunaan serta terjadinya perkembangan bahasa  yang ada di masyarakat, tentunya kita harus mengetahui segala sesuatu yang ada di luar dari struktur bahasa itu sendiri. Sebagaimana Dr. Yus Rusyana, mengutip pendapatnya Herry Hoijer (1984), mengatakan bahwa ilmu linguistik sebagai ilmu bahasa tidak hanya berhubungan dengan pemerian (deskripsi), sebab ini barulah langkah permulaan yang perlu untuk menyusun generalisasi ilmiah atau aturan-aturan. Untuk memahami dan membuat generalisasi tentang perubahan bahasa, kita harus memandang bahasa itu sebagai bagian dari peristiwa perubahan budaya yang lebih luas.
Selanjutnya, Rusyana (Dalam Bahasa dan Sastra dalam Gamitan Pendidikan, 1984), ia juga mengutip pendapatnya Einar Haugen, menghendaki suatu studi yang meneliti saling adanya hubungan antara bahasa dan lingkungannya yang disebut dengan istilah ekologi bahasa. Lingkungan yang sesungguhnya dari suatu bahasa adalah masyarakat yang mempergunakan bahasa itu. Bahasa terwujud dalam fikiran pemakainya dan hanya berfungsi dalam perhubungan pemakai itu dengan sesamanya, yaitu dengan lingkungan masyarakatnya, dan dengan lingkungan alamnya.
Segala sesuatu yang berhubungan dengan orang banyak (masyarakat) pasti akan terjadi perubahan seiring dengan berubahnya zaman. Begitu juga dengan bahasa, yang keberadaannya sangat urgen di masyarakat pasti akan mengalami perubahan, baik dari segi penggunaannya maupun perkembangan atau kemundurannya. Dan, di setiap perubahan itu selalu ada faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan tersebut.
Dalam makalah kali ini, penulis akan mencoba menguraikan beberapa faktor yang dapat mempengaruhi terhadap penggunaan dan perkembangan bahasa. Secara umum, faktor yang dapat mempengaruhi terhadap penggunaan dan perkembangan pada suatu bahasa adalah faktor internal dan eksternal dari pengujar bahasa. Faktor internal, misalnya faktor intelegensi, jenis kelamin, kelainan pada pengujar bahasa. Sedangkan, faktor eksternalnya, misalnya kondisi lingungan, status sosial ekonomi si pengujar bahasa tersebut, dll.

B.     PEMBAHASAN
Terjadinya perubahan pada suatu bahasa, dalam hal ini yaitu perubahan pada penggunaan dan perkembangan bahasa. Secara tidak kita sadari, perubahan ini telah terjadi sejak kita masih anak-anak. Hal ini dikarenakan beberapa faktor yang melatarbelakanginya. Diantaranya, yaitu faktor intelegensi dan kondisi lingkungan dari anak tersebut.
1.      Faktor Intelegensi
Perkembangan bahasa itu sangat erat hubungannya dengan intelegensi (kecerdasan) dan kecacatan (baik cacat pada penglihatan, pendengaran, suara dan anggota tubuh) pada diri anak laki-laki maupun perempuan. Pada umumnya, anak perempuan itu lebih dulu dapat berbicara ketimbang anak laki-laki. Secara qodratnya, anak perempuan itu berbeda dengan anak laki-laki dalam berbahasa. Keterlambatan berbahasa yang terjadi pada anak sangat berhubungan erat dengan keadaan lingkungan dan level akal (kecerdasan) dari anak tersebut.    
Bahasa orang yang buta dan tuli berbeda dengan bahasanya orang pada umumnya. Biasannya orang yang buta, di dalam percakapannya cenderung banyak melontarkan pertanyaan kepada lawan bicaranya. Kemudian dia hanya berfirasat bahwa orang-orang yang berada di sekitarnya sedang mengamati kharokah-kharokah dan uslub-uslub bahasanya. Sebab inilah yang dapat mempengaruhinya di dalam berbahasa. Sedangkan, bahasa orang yang tuli biasanya cenderung pendek, ringkas dan sederhana. Baginya, berbicara secara panjang lebar merupakan sebuah pantangan keras, karena dapat menampakkan ketuliannya baik sebagian maupun keseluruhannya.
  
2.      Kondisi Lingkungan
Penelitian secara ilmiah menunjukkan adanya perbedaan dalam berbahasa bagi anak yang terbiasa berhubungan langsung dengan masyarakat yang berekonomi tinggi dan rendah. Bahasa anak yang terbiasa berhubungan dengan masyarakat yang berekonomi tinggi biasanya cenderung lebih luas dan kuat dibandingkan dengan bahasa anak yang terbiasa berinteraksi dengan masyarakat yang berekonomi rendah. Keduanya ini menunjukkan adanya suatu perkembangan bahasa.
Hubungan dalam bermasyarakat ini, tidak menuntut kemungkinan dapat mengakibatkan terjadinya percampuran antara bahasa anak-anak dan bahasa orang dewasa. Dari sini, bahasa akan lebih cepat berkembang. Bahasa orang dewasa yang baik itu lebih utama di dalam memberikan pelajaran berbahasa pada anak. Proses ini sangat membantu dirinya di dalam menggunakan kemampuan bahasanya.
Contoh di atas memberikan perhatian tersendiri ketika kita akan membandingkan antara bahasanya orang yang kembar, miskin dan yatim. Anak kembar cenderung menirukan bahasanya anak kembar lainnya. Begitu pula dengan anak miskin, mereka menirukan bahasa anak miskin lainnya. Hal inilah yang mengakibatkan keterlambatan berbahasa pada diri mereka. Kemudian, mereka akan menghilangkan keterlambatannya itu ketika mereka bergabung di sekolah dasar, karena disana mereka menemukan contoh-contoh bahasa yang baik dan benar.
Untuk lebih mendalami topik pembahasan kali ini, ada baiknya kita membahas secara khusus dan mendetail terhadap faktor-faktor yang dapat mempengaruhi penggunaan bahasa:
a.      Kecerdasan
Sebagaimana dikatakan oleh Meed (1913: 460/484), pada umumnya seorang anak itu mulai dapat berbicara ketika usianya mencapai 15,8 bulan. Dalam hal ini, seorang anak sudah dapat melafalkan kalimat dengan benar dan dapat dipahami maknanya. Sedangkan bagi anak yang akalnya lemah, mereka akan mengalami keterlambatan berbicara sampai berusia 34,4 bulan.
Lain halnya dengan Meed. Terman (1965), mengatakan bahwa anak laki-laki yang berbakat, mulai dapat berbicara ketika mereka mencapai usia 11,7 bulan dan anak perempuan berbakat, ketika berumur kira-kira 11 bulan.
Penghasilan lafal yang didapat oleh anak-anak itu sangat erat kaitannya dengan kadar kecerdasan yang dimilikinya. Sehingga, ada beberapa Ulama’ Psikologi yang mengasumsikan bahwasanya hal tersebut merupakan dasar dari kecerdasan seorang anak. 
b.      Lingkungan Sosial
Riset Gesel dan Lord (1927, 1934: 339/356) pada anak-anak di daerah Riyad, menunjukkan bahwa anak-anak yang tumbuh di lingkungan sosial yang baik mereka berbicara secara langsung dan mengungkapkan pandangannya dengan jelas. Sedangkan anak-anak yang tumbuh di lingkungan yang miskin mereka biasa berteriak, tertawa terbahak-bahak (bermain dengan bebas) dan cenderung tidak banyak berdialog.
c.       Lingkungan Bahasa
Berinteraksi dan berkomunikasi dengan lingkungan keluarga, terutama dengan orang tua yang mengajar, melatih, dan memberikan contoh berbahasa kepada anak sangat mempengaruhi perkembangan bahasa anak. Hubungan yang sehat antara orang tua dan anak (penuh perhatian dan kasih sayang dari orang tuanya) memfasilitasi perkembangan bahasa anak, sedangkan hubungan yang tidak sehat mengakibatkan anak akan mengalami kesulitan atau kelambatan dalam perkembangan bahasanya.
Anak kecil selalu mengikuti kebiasaan dalam mempelajari bahasa. Sebagai contohnya ketika orang-orang terdekatnya (family) ada yang mengalami kecacatan dalam pengucapan (gagap) maka hal tersebut akan mempengaruhi perkembangan bahasanya.
Anak kembar cenderung mengalami keterlambatan perkembangan bahasa daripada anak lain seusianya, baik dari bahasa yang diucapkan, kejelasan ungkapan, ataupun dalam mulai bicaranya.
Masyarakat Arab menyadari akan pentingnya lingkungan bahasa. Oleh karena itu, mereka mengirim anak-anak mereka ke daerah pedalaman untuk mempelajari bahasa asli yang belum tercampur dengan bahasa asing.
d.      Penyakit
Smith (1931-1939: 284/287) melakukan studi perbandingan antara dua anak kecil. Pertama terdiri dari anak yang terkena penyakit sejak lahir. Sedangkan yang kedua terdiri dari anak yang mengalami gangguan perkembangan bahasa karena faktor-faktor tertentu, bukan karena suatu penyakit.
Hasil studi tersebut menunjukkan bahwa rata-rata anak kelompok pertama mulai bisa berbicara pada usia 11,1 bulan, dan kelompok kedua pada usia 10,2 bulan.
Penyakit pada seorang anak yang terjadi sejak lahir akan mempengaruhi perkembangan bahasanya dalam batasan waktu yang tertentu. Keterlambatan perkembangan bahasa berkaitan dengan faktor penyakit yang di derita. Sebagai buktinya, bahwa bermacam penyakit dapat mempengaruhi proses kalam yang dapat mempengaruhi pada keterlambatan bahasa. Misalnya, ketulian yang di derita oleh seorang anak bisa mengubah lafadz dan ungkapan, serta makhrajnya menjadi kabur (tidak begitu jelas).
e.       Sikap Perlawanan
Sejatinya, orang tua mendidik anak-anaknya berbicara jika sudah memasuki usia kematangan anak tersebut. Namun, ada sebagian orang tua yang mendidik anak-anaknya untuk berbicara belum pada saatnya dan anak tersebut belum bisa menerima pengalaman baru. Cara ini akan menimbulkan kontra antara anak dan pembicaraan serta semua komponen yang terkait. Akhirnya, ketika anak sudah siap menerima cara tersebut ia akan lemah dalam berbicara, sebab metode yang seharusnya diterapakan pada saat usia anak sudah mencapai kematangan, malah diterapkan lebih dulu (sebelum sampai pada usia kematangan).
f.       Dualisme Bahasa
Anak kecil tidak bisa di paksakan untuk memempelajari dua bahasa sekaligus secara bersamaan. Karena bahasa memiliki sifat dan karakter tersendiri, dan juga bahasa anatara yang satu dengan yang lainnya akan tercampur apabila diajarkan secara bersamaan, sehingga akan sulit dalam melafalkan suatu bahasa.
g.      Perbedaan Jenis Kelamin
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa perbedaan kemampuan bahasa antara lain; anak laki-laki mulai bisa berbicara pada usia 15,7 bulan (Meed, 1993: 460/484). Sedangkan anak perempuan mulai berbicara sejak usia 14,8 bulan (Mc. Charty, 1930: 476/581). Dengan persentase anak laki-laki 14%  dan perempuan 38% pada usia 18 bulan. Namun anak wanita menunjukan perkembangan yang lebih cepat daripada anak laki-laki.

C.    KESIMPULAN
Dari urain di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwasanya kegiatan berbahasa bukanlah kegiatan manusia yang berdiri sendiri, sebab dalam kegiatan itu selalu tersangkut pula dengan kegiatan yang lain. Selanjutnya, bahasa tersebut akan selalu mengalami perubahan, baik dalam segi penggunaan atau perkembangannya seiring dengan bergantinya zaman dan generasi pemakai dari bahasa itu sendiri.
Perubahan ini terjadi akibat adanya faktor yang mempengaruhinya, diantaranya yaitu faktor intelegensi, keadaan lingkungan, keadaan fisik, perbedaan jenis kelamin dari pengujar bahasa tersebut, serta adanya dualisme bahasa selama proses pengajaran bahasa itu berlangsung.  

DAFTAR PUSTAKA

سيد أحمد منصور, عبد المجيد. 1982. علم اللغة النفسي. الرياض: المملكة العربية السمردبة.
Rusyana, Yus. 1984. Bahasa dan Sastra dalam Gamitan Pendidikan. Bandung: C.V. Diponegoro.
http://speechclinic.wordpress.com/2009/04/25/penyebab-dan-faktor-resiko-keterlambatan-bicara/
http://teguhsubianto.blogspot.com/FAKTOR-YANG-MEMPENGARUHI-PERKEMBANGAN-BAHASA-PADA-ANAK