KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah, dengan rahmat
dan karunia Allah SWT penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Degradasi
Nilai Kebudayaan Jawa Pascamunculnya Boy Band dan Girl Band ”.
Kesemuanya ini tidak terlepas dari rahman dan rahim serta pertolongan-Nya,
sehingga semua hambatan dan kendala yang dihadapi dapat diselesaikan dengan
lancar. Salawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad Saw.
yang telah membimbing umatnya dari zaman Jahiliyah menuju zaman Islamiyah seperti
sekarang ini.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas
Ujian Akhir Semester (UAS) pada matakuliah Bahasa Indonesia. Dalam makalah ini
penulis mencoba untuk menguraikan secara sederhana tentang terjadinya degradasi
nilai kebudayaan Jawa yang diakibatkan karena munculnya Boy Band dan Girl
Band ke negara Indonesia tercinta khususnya di pulau Jawa, yang
lama-kelamaan keberadaanya dapat menggeser posisi kebudayaan asli Jawa menjadi
jauh lebih rendah dibandingkan dengan kebudayaan Barat yang merupakan kebudayaan
pendatang, karena para generasi muda beralih pandangan lebih memperhatikan
kebudayaan Barat daripada kebudayaanya sendiri dikarenakan beberapa faktor yang
mempengaruhinya.
Penulis menyadari dalam proses penyelesaian
makalah ini tidak lepas dari hambatan dan rintangan, tetapi berkat bantuan dari
berbagai pihak, baik materiil maupun non materiil beban yang berat itu dapat
teratasi. Oleh karena itu ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada semua
pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini yang tidak mungkin
disebutkan satu persatu, antara lain Dr. Warsiman, M.Pd. selaku dosen
matakuliah Bahasa Indonesia yang selama ini telah membimbing penulis dengan
penuh keikhlasan dan kesabaran, serta para penulis yang bukunya dijadikan
referensi oleh penulis dalam menyelesaikan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
para pembaca khalayak umum dan khususnya bagi penulis pribadi, dan apabila
dalam penulisan dijumpai banyak kesalah penulis mohon maaf yang
sebesar-besarnya.
Semua yang ada di dunia ini tidak ada yang
sempurna, kecuali hanya Allah semata. Untuk itu kritik dan saran yang
bersifat membangun sangat penulis
harapkan guna untuk kesempurnaan penulisan yang akan datang.
Surabaya,
13 Juni 2012
Wahyu Eko Sasmito
A. PENDAHULUAN
Kebudayaan tidak pernah terelakkan dari
lingkup kehidupan manusia, karena dalam kebudayaanlah manusia memanifestasikan
pikiran dan perasaan, sikap dan kehendaknya. Jadi, kebudayaan ini selalu berkembang
seiring dengan perkembangan zaman serta manusianya dalam suatu masyarakat
tertentu.
Menurut Melville J. Herskovits dan
Bronislaw Malinowski terkait tentang masalah kebudayaan dan masyarakat mereka
mengatakan bahwa keduanya merupakan Cultural Determinism berarti segala
sesuatu yang terdapat di dalam masyarakat ditentukan adanya kebudayaan yang
dimiliki oleh masyarakat itu (Soemardjan dan Soemardi, 1964:115). Kemudian, Herskovits
memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang super-organic karena
kebudayaan yang turun-temurun dari generasi ke generasi tetap hidup terus,
walaupun orang-orang yang menjadi anggota masyarakat silih berganti disebabkan
kematian dan kelahiran (Soekanto, 2007:150).
Dengan demikian, perubahan kebudayaan yang ada di dalam suatu masyarakat
sangat erat hubungannya dengan perubahan sosial dalam masyarakat itu sendiri, secara
otomatis jika keadaan sosial dari suatu masyarakat itu mengalami perubahan maka
kebudayaan yang ada di dalamnya juga mengalami perubahan baik mengalami
perubahan yang positif maupun negatif. Semuanya itu terjadi karena kebudayaan
merupakan sebuah hasil dari karya, rasa, dan cipta masyarakat yang di dalamnya
terdapat berbagai kelompok sosial.
Di era globalisasi ini, banyak kebudayaan
Barat yang masuk ke Indonesia secara bebas, salah satunya yaitu Boy Band
dan Girl Band yang merupakan musik K-Pop (Korean Pop) yang
berasal dari Korea yang dewasa ini sangat digemari oleh generasi muda Jawa,
bahkan seluruh Indonesia. Jadi, secara tidak langsung semua ini dapat
melemahkan perhatian para generasi muda Jawa terhadap kebudayaanya sendiri yang
pada dasarnya merupakan salah satu ciri dari kepribadian bangsa Indonesia.
Keadaan yang demikian disebabkan adanya
beberapa faktor yang mempengaruhinya seperti, media sosial (keluarga, kelompok
bermain, sekolah, lingkungan kerja, dan media massa) kurang mendukung terhadap
masalah pemeliharaan kebudayaan aslinya sendiri. Sehingga secara tidak disadari
mereka ini lambat-laun meninggalkan kebudayaannya sendiri dan lebih
memperhatikan kebudayaan negara lain. Semua ini dapat menyebabkan
terdegradasinya kebudayaan asli negara Indonesia, khususnya kebudayaan Jawa.
Oleh karena itu, perlu adanya suatu upaya
untuk melestarikan budaya asli Indonesia, utamanya kebudayaan Jawa yang mana di
Jawa lah terdapat corak khas kebudayaan Indonesia. Upaya pelestarian budaya
asli tersebut perlu didukung oleh pemerintah selaku pemangku sistem
pemerintahan. Selain itu perlu adanya sosialisasi dari pemerintah kepada
generasi muda melalui semacam seminar, training maupun wahana lain yang
dapat menunjang pengarahan untuk upaya pelestarian kebudyaan milik sendiri.
Karena tidak mungkin suatu budaya dapat langgeng tanpa ada upaya
pengantisipasian dari semua pihak yang bersangkutan, utamanya pemerintah.
B. PEMBAHASAN
Seiring berjalanya waktu, dunia semakin
berubah dengan beranekaragam inovasinya. Masyarakat sedang dilanda sebuah
proses perubahan yang dinamakan globalisasi. Teknologi dan pendidikan menjadi
dominan dalam setiap seluk-beluk kehidupan. Indonesia juga tak luput dari
proses perkembangan global yang disebut globalisasi itu. Nilai-nilai kebudayaan
Indonesia, terlebih kebudayaan Jawa semakin digeser dan digantikan dengan
kebudayaan asing. Tatanan hidup sosial sudah bergeser dan bahkan digantikan
dengan tatanan hidup dari bangsa lain dan bagi kita sekarang ini kebudayaan
Jawa terasa sangat asing.
Pergeseran nilai kebudayaan Jawa ini
semakin terasa setelah munculnya Boy Band dan Girl Band ke negeri
ini. Kedatangannya mampu merenggut penggemar yang sangat banyak terutama dari
golongan generasi muda Jawa. Sehingga para generasi muda ini terkosongkan dari
kandungan moral karena mereka lebih suka menirukan gaya hidup dari para
personil Boy Band dan Girl Band tersebut daripada kebudayaannya
sendiri. Yang pada dasarnya semua itu menyimpang jauh dari nilai-nilai yang
terkandung dalam kebudayaan Jawa. Sehingga kebudayaan baru tersebut mengakibatkan
kebudayaan Jawa semakin kehilangan identitasnya sebagai sebuah kebudayaan
rumpun Indonesia.
1. Kebudayaan
Jawa
Sebelum kita mempelajari tentang kebudayaan
Jawa, lebih afdolnya kita paham terlebih dahulu pengertian dari kebudayaan itu
sendiri. Oleh karena itu, perlu dipaparkan beberapa pengertian kebudayaan
supaya lebih memudahkan kita dalam memahami kebudayaan Jawa.
Kebudayaan dalam bahasa Inggris disebut culture, yang berasal
dari kata Latin colera, yaitu mengolah atau mengerjakan. Sedangkan
menurut bahasa Sansekerta, budaya atau kebudayaan berasal dari kata buddayah
yang merupakan bentuk jamak dari kata buddhi (budi atau akal) diartikan
sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia.
Menurut ahli antropologi E.B. Tailor mengatakan bahwa kebudayaan adalah
keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung ilmu pengetahuan,
kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan yang lain,
serta kebiasaan yang didapat oleh manusia sebagai anggota masyarakat (Prasetya
dkk. 1991:29).
Definisi lain dikemukakan oleh Selo Soemarjan dan Soelaeman Soemardi mengungkapkan bahwasanya kebudayaan merupakan
semua hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat (Soekanto, 2007:151). Karya masyarakat
menghasilkan teknologi dan kebudayaan yang bersifat kebendaan. Hal ini
diperlukan manusia untuk menguasai alam sekitarnya, agar kekuatan serta hasilnya
dapat diabadikan untuk kepentingan masyarakat. Rasa yang meliputi jiwa manusia
mewujudkan norma dan nilai masyarakat yang diperlukan untuk mengatur masalah-masalah
kemasyarakatan alam yang di dalamnya termasuk, agama, ideologi, kebatinan,
kesenian dan semua unsur yang merupakan hasil ekspresi dari jiwa manusia yang
hidup sebagai anggota masyarakat. Selanjutnya cipta merupakan kemampuan mental,
kemampuan pikir dari orang yang hidup bermasyarakat untuk menghasilkan ilmu
pengetahuan. Semuanya baik karya, rasa dan cipta dikuasai oleh kehendak dari
orang-orang yang menentukan kegunaannya, agar sesuai dengan kepentingan
sebagian besar, bahkan seluruh masyarakat.
Menurut Moeljanto dan Taufiq (1995:161)
“Kebudayaan adalah perjuangan manusia sebagai totalitas dalam penyempurnaan
kondisi-kondisi hidupnya”.
Dari berbagai definisi tersebut kelihatanya
berbeda-beda, namun sebenarnya memiliki prinsip yang sama, yaitu sama-sama
mengakui adanya ciptaan manusia. Oleh karena itu, dapat kita tarik sebuah
kesimpulan bahwa kebudayaan adalah hasil buah budi manusia untuk mencapai
kesempurnaan hidup.
Jadi, kebudayaan Jawa adalah kebudayaan
yang berkembang di pulau Jawa yang merupakan hasil buah budi penduduk asli Jawa
untuk mencapai kesempurnaan dalam menjalani sebuah kehidupan mereka dan
dilaksanakan secara terus-menerus sehingga menjadi sebuah tradisi dalam kehidupan
mereka serta mewariskannya kepada generasi penerusnya secara turun-temurun.
Kebudayaan Jawa merupakan salah satu dari
kebudayaan nasional Indonesia yang tergolong dari kebudayaan Timur, harus
mementingkan kerohanian, perasaan, gotong-royong, bertentangan dengan
kebudayaan Barat yang mementingkan materi, intelektualisme, dan individualisme
(Sulaeman, 1998:42).
Nilai budaya Jawa pada intinya sama dengan
nilai budaya Timur yang banyak bersumber dari agama-agama yang lahir di dunia
Timur. Manusia-manusia Timur lebih menyukai intuisi daripada akal budi, oleh
karena itu berpikir secara timur tidak bertujuan menunjang usaha-usaha manusia
untuk menguasai dunia dan hidup secara teknis (Sulaeman, 1998:38). Jadi, inti
kepribadian manusia Timur tidak terletak pada intelektualnya, tetapi pada
hatinya. Dengan hatinya mereka menyatukan akal budi dan intuisi serta perasaan.
Ringkasnya, mereka menghayati hidup tidak hanya dengan otaknya.
Dalam hal menegakkan norma, kebudayaan Jawa
tidak hanya bersumber dari ajaran agama, tetapi ide abstrak atau simbolik pun
dapat terwujud kongkret dalam praktek kehidupanya (adat istiadat). Masyarakat Jawa
itu memiliki kepribadian yang sopan dalam hal berpakaian maupun dalam hal
bertutur kata, ramah-tamah, sederhana, serta lebih mangutamakan kebersamaan
daripada keindividuan.
2. Boy Band dan Girl Band
Boy Band dan Girl Band merupakan sebuah musik K-Pop
(Korean Pop) yaitu musik pop Korea yang merupakan penggabungan dari suara yang
bagus dan dance. Jadi, selain memiliki suara yang bagus para personil Boy
Band dan Girl Band juga memiliki kemampuan dance (dansa) yang bagus
pula.
Menurut data dari beberapa situs di internet misalnya Wikipedia yang
alamatnya http://id.wikipedia.org/wiki/Boy_band mengatakan bahwa Boy Band dan Girl
Band mengalami masa keemasanya sejak tahun 90-an yang mana dipelopori oleh
grup Soe Taiji dan Boys dengan tipe aliran musik rap, rock,
techno Amerika dan disertai dengan dance pada saat pementasannya.
Kesuksesan grup Soe Taiji dan Boys
ini memberikan motivator bagi para musisi Korea yang lain untuk mengikuti
jejaknya, sehingga banyak grup Boy Band dan Girl Band yang
bermunculan pascaketenaran grup Soe Taiji dan Boys tersebut.
Misalnya, grup Panic, Deux, CLON, H.O.T, Sechs
Kies, S.E.S, dan g.o.d.
Perkembangan dari para grup Boy Band
dan Girl Band tersebut sangat pesat hingga meluas ke luar Korea, seperti
Amerika, Jepang, Cina, bahkan mencapai ke negara Indonesia.
Dewasa ini musik K-Pop menjadi musik yang
paling laku di pasaran hiburan Internasional, apalagi di Indonesia, demam K-Pop
sudah melanda di seluruh daerah baik perkotaan maupun pedesaan. Fenomena ini
sangat menyesakkan, bahkan sekarang ini musik K-Pop khususnya Boy Band
dan Girl Band menjadi kiblat bagi para musisi Indonesia untuk
membentuk grup Boy Band atau Girl Band ala Indonesia yang
bercorakkan ke Korea-Koreaan dengan harapan akan laku keras di pasaran karena
sesuai dengan apa yang sedang digandrungi pasar. Buktinya, sekarang ini banyak
bermunculan Boy Band dan Girl Band dari kalangan pemuda Indonesia
misalnya, Sm*sh, Super 9 Boys, Hitz, Max Five, Cherrybelle, Seven Icon, Six
Star, dan masih banyak lagi grup-grup yang lainya.
3. Respon
Generasi Muda Jawa terhadap Boy Band dan Girl Band
Globalisasi merupakan istilah yang tidak
asing lagi bagi kita di zaman yang modern ini, keberadaanya sudah tidak bisa
terelakkan lagi di negara Indonesia ini, khususnya di pulau Jawa yang sangat
padat penduduknya dibandingkan dengan pulau-pulau yang lainya. Globalisasi ini
memberikan dampak yang sangat memprihatinkan bagi generasi muda terhadap
perkembangan kebudayaan Jawa, apalagi sejak munculnya Boy Band dan Girl
Band di Indonesia yang mampu merebut sebagian besar penggemarnya di
kalangan pemuda Jawa menambah semakin parahnya dampak yang diberikan terhadap
perubahan lingkungan dan kebudayaan negara Indonesia, khususnya kebudayaan Jawa.
Sejak munculnya Boy Band dan Girl
Band ke Indonesia perhatian para pemuda Jawa telah dibelokkan yang
seharusnya mereka melestarikan kebudayaanya sendiri kini telah berpindah lebih
memperhatikan kebudayaan negara lain. Generasi muda Jawa baik dari golongan
pria maupun wanita sangat mengidolakan para personil Boy Band dan Girl
Band, sampai-sampai mereka ingin menjadi seperti para personil Boy Band
dan Girl Band sehingga mereka meniru gaya hidup para idolanya tersebut,
mulai dari cara berpakaian, gaya rambut, bahasa, bahkan sampai aksesoris yang
mereka kenekan pun sama dengan aksesoris yang dikenakan para idolanya tersebut.
Generasi muda Jawa sekarang ini lebih
menggemari lagu-lagu yang dibawakan oleh Boy Band dan Girl Band
misalkan saja lagu-lagu yang dinyanyikan Boy Band Super Junior (Suju)
dari Korea daripada lagu-lagu campursari maupun keroncong. Mereka lebih
mengenali nama-nama personil Boy Band dan Girl Band daripada
nama-nama penyanyi campursari maupun keroncong. Bahkan bahasa Jawa manjadi
bahasa yang ke sekian di bawah bahasa Inggris dan Korea yang dewasa ini sangat
digemari oleh generasi muda Jawa.
Kaberadaan Boy Band dan Girl Band di Indonesia ini sangat
pesat perkambanganya karena hampir semua stasiun televisi menayangkannya bahkan
sebagian dari stasiun televisi telah mengadakan audisi Boy Band dan Girl
Band. Misalnya, beberapa bulan yang lalu stasiun televisi indosiar
mengadakan audisi Boy Band dan Girl Band Indonesia yang
menyediakan hadiah hingga mencapai puluhan juta rupiah bagi para pemenang
audisi tersebut. Semua itu dapat menarik perhatian para pemuda Jawa untuk ikut
berpartisipasi di dalamnya. Di samping itu, ketenaran namanya di muka publik
pun menjadi salah satu pemicu generasi muda Jawa untuk ikut berpartisipasi di
dalamnya. Dengan demikian, secara tidak disadari kebudayaan Jawa telah dikesampingkan
oleh generasi muda Jawa yang seharusnya merekalah yang menjadi pewaris
sekaligus penerus dari kebudayaan Jawa kini telah melalaikanya. Hal ini semakin
kelihatan ketika generasi muda Jawa mulai tidak mengenali lagi kebudayaan Jawa
bahkan mereka merasa asing dengan kebudayaannya sendiri.
Begitulah pengaruh negatif yang diakibatkan
oleh munculnya Boy Band dan Girl Band ke negara Indonesia ini,
sehingga banyak kalangan, terutama generasi muda Jawa salah tafsir terhadap
realita yang terjadi dalam kehidupan yang sekarang ini. Mereka mempunyai
pandangan bahwa apa yang datang dan berasal dari Barat adalah modern,
segala yang datang dan berasal dari Barat adalah baik dan lebih
ironisnya lagi mereka lebih bangga menirukan kebudayaan Barat daripada
kebudayaan aslinya karena mereka menganggap kebudayaan Jawa itu ketinggalan
zaman dan tidak sesuai dengan konteks kaum muda zaman modern serta tidak dapat
memberikan percepatan realisasi dalam menggapai impiannya. Semua ini dapat
menurunkan nilai kebudayaan Jawa di mata dunia.
4. Faktor
Penyebab Terdegradasinya Nilai Kebudayaan Jawa Pascamunculnya Boy Band
dan Girl Band
Berbicara tentang faktor yang menyebabkan
terdegradasinya nilai kebudayaan Jawa pascamunculnya Boy Band dan Girl
Band ini sangat erat hubungannya dengan media sosialisasi karena apabila
media sosialisasi itu memberikan pengaruh yang positif terhadap generasi muda
Jawa maka pelestarian kebudayaan Jawa itu pun akan tetap terlaksana dengan baik
sampai sekarang ini. Akan tetapi, apabila media sosialisasi itu tidak
memberikan dukungan dan pewarisan kepada generasi mudanya maka pelestarian
kebudayaan Jawa pun mengalami kepincangan dan bahkan dapat terjadi yang namanya
degradasi kebudayaan yang dapat menghilangkan ciri khas kebudayaan Jawa.
Beberapa media sosialisasi yaitu: keluarga,
kelompok, lingkungan pendidikan, lingkungan sosial, dan media massa (Setiadi
dan Kolip, 2011:176).
Peran beberapa media sosialisasi di atas
pada realita dalam kehidupan yang modern ini kurang mengarah pada proses
transformasi dan pengembangan kebudayaan Jawa kepada khalayak umum khususnya
pada generasi muda yang nantinya akan mewarisi kebudayaan tersebut.
Dilihat dari faktor keluarga, dewasa ini
orang tua kurang mementingkan adanya sosialisasi kebudayaan Jawa kepada
putra-putrinya, bahkan seakan-akan orang tua acuh tak acuh terhadap wawasan
kebudayaan anaknya. Sehingga pewarisan kebudayaan milik sendiri yang semestinya
diwariskan oleh orang tua kepada anaknya kini tampak memudar.
Sedangkan jika ditinjau dari aspek
interaksi dalam suatu kelompok, generasi muda sekarang ini kurang menghiraukan
terhadap urgensi wawasan kebudayaan yang semestinya dapat mereka kaji bersama
dalam kelompok tersebut, sehingga terjadi pertukaran pengatahuan kebudayaan
antar individu. Namun kenyataanya, yang mereka kaji justru hal yang tidak ada
sangkut pautnya dengan kebudayaan bahkan terkesan omong kosong dan tanpa alur
serta tema yang jelas.
Dalam lingkungan pendidikan pun di zaman
yang modern ini kurang begitu memperhatikan terhadap pelestarian nilai
kebudayaan kepada anak didiknya. Materi-materi yang diberikan kepeda anak
didiknya yang terkait dengan kebudayaan Jawa sekarang ini sangat jarang
ditemukan di berbagai sekolah-sekolah, universitas-universitas, dan beberapa
tempat pendidikan yang lainya.
Pendidikan yang berkembang sekarang ini
lebih mengedepankan pendidikan yang bersifat materiil, sedangkan pendidikan
yang berbasis pembangunan karakter
kurang begitu diperhatikan. Jadi, rasa percaya diri generasi muda terhadap
kebudayaan Jawa seakan-akan tidak ada bahkan acuh tak acuh terhadap
perkembangan kebudaanya sendiri.
Ditambah lagi dengan linkungan sosial dan
media massa yang berkembang sekarang ini kurang mendukung terhadap pelestarian
kebudayaan Jawa menambah semakin cepatnya kebudayaan ini terdegradasi. Karena
media massa sekarang ini lebih dominan menayangkan fenomena-fenomena yang sedang
trend di kalangan generasi muda. Misalnya, fenomena Boy Band dan Girl
Band yang sedang marak di berbagai media massa sekarang ini memberikan
dampak yang begitu besar terhadap perubahan dan pergeseran kebudayaan Jawa,
sebab generasi muda sangat rentan melakukan segala sesuatu yang sering mereka
lihat yang terjadi di lingkungan sekitarnya. Jadi, apabila lingkungannya
mendukung dalam proses pelestarian kebudayaan Jawa, maka generasi muda pun akan
turut serta melestarikan kebudayaan Jawa. Sedangkan apabila kondisi
lingkungannya tidak mendukung terjadinya proses pelestarian kebudayaan Jawa,
maka generasi muda pun akan enggan melestarikan kebudayaan Jawa.
Namun dalam kenyataanya, lingkungan yang
terjadi di sekitar pemuda sekarang ini tidak memberikan pembelajaran tentang
kebudayaan Jawa, melainkan lebih kepada kebudayaan pendatang yang notabene
menyimpang jauh dari kebudayaan Jawa yang berbasis karakter apik. Sehingga para
pemuda lebih dominan meniru kebudayaan pendatang daripada kebudayaanya sendiri.
Dan lebih parah lagi, dalam proses meniru kebudayaan pendatang tersebut,
generasi muda Jawa tidak menyeleksi terlebih dahulu terhadap kebudayaan itu,
apakah sesuai dengan nilai kebudayaan Jawa atau tidak.
Semua ini merupakan faktor yang dapat
menjadikan kebudayaan Jawa ini semakin diagnggap asing bagi para generasi muda
Jawa serta dapat menjadikan kebudayaan Jawa ini terdegradasi oleh kebudayaan
pendatang.
5. Cara
Menanggulangi Terjadinya Degradasi Nilai Kebudayaan Jawa Pascamunculnya Boy
Band dan Girl Band
Untuk menanggulangi terjadinya degradasi nilai
kebudayaan Jawa yang diakibatkan karena maraknya fenomena Boy Band dan Girl
Band di Indonesia khususnya di pulau Jawa, menurut dari hasil diskusi
tentang terdegradasinya nilai kebudayaan Jawa pascamunculnya Boy Band
dan Girl Band dapat ditarik kesimpulan bahwa ada beberapa usaha yang
dapat dilaksanakan yaitu:
a. Pemerintah mendirikan organisai resmi yang
mengurusi masalah-masalah kebudayaan
Jawa.
b. Sering mengadakan lomba yang berbaur dengan
kebudayaan Jawa misalnya, lomba seni tari tradisional Jawa, fasion show
pakain adat Jawa, lomba menyanyi lagu Jawa, dan lain sebagainya.
c. Mengadakan ekstrakurikuler tentang kebudayaan
Jawa di berbagai lembaga-lembaga sosial misalnya, di sekolah-sekolah,
universitas-universitas, atau di lembaga-lembaga sosial lain yang ada di
masyarakat.
d. Mengoptimalkan pendidikan kebudayaan daerah
sendiri di lingkungan sekolah dan terutama di lingkungan keluarga.
e. Memberikan motivasi dan pengertian kepeda
generasi muda bahwasanya kebudayaan sendiri itu lebih baik dari kebudayaan lain
dengan catatan tidak menjelek-jelekkan budaya lain.
f. Mengoptimalkan pelaksanaan pendidikan
berbasis karakter suatu bangsa di lingkungan manapun, karena dengan pendidikan
karakter ini generasi muda Jawa lebih bermartabat dan lebih percaya diri kepada
kebudayaanya sendiri. Sehingga mereka akan enggan meniru kebudayaan barat yang
notabene menyimpang jauh dari kebudayaan Jawa yang berbasis karakter apik.
C. PENUTUP
Kebudayaan adalah semua hasil dari karya, rasa dan
cipta masyarakat yang diwariskan secara turun-temurun. Jadi, kebudayaan ini
selalu berkembang dan mengalami perubahan seiring dengan perkambangan zaman dan
manusianya sendiri dalam masyarakat tertentu.
Di era globalisasi ini, nampaknya
kebudayaan Jawa mengalami degradasi yang sangat memprihatinkan, salah satu
penyebabnya yaitu munculnya Boy Band dan Girl Band ke Indonesia.
Keduanya merupakan budaya (pendatang) dari Barat yang dewasa ini sangat
diidolakan oleh generasi muda di pulau Jawa, bahkan seluruh Indonesia. Mereka
sangat menginginkan menjadi seperti apa yang diidolakannya, sehingga para
generasi muda itu menirukan gaya hidup dari para personil Boy Band dan Girl
Band tersebut. Dengan demikian, perhatian generasi muda terhadap kebudayaan
Jawa mulai melemah yang seharusnya generasi mudalah yang menjaga dan
melestarikan kebudayaan Jawa, kini berbelok lebih memperhatikan kebudayaan
negara lain. Semua ini merupakan penyebab terjadinya degradasi kebudayaan Jawa.
Untuk itu, perlu adanya upaya menanggulangi peristiwa tersebut. Adapun beberapa
usaha yang dapat digunakan untuk mencegah terjadinya degradasi kebudayaan Jawa
yaitu: mendirikan organisasi-organisasi yang mengurusi kebudayaan Jawa,
mengadakan perlombaan yang berbaur dengan kebudayaan Jawa, mengoptimalkan
pendidikan kebudayaan sendiri di berbagai lingkungan sosial, dan yang paling
penting adalah pengoptimalan terhadap pelaksanaan pendidikan berbasis karakter
suatu bangsa di lingkungan manapun, karena dengan pendidikan karakter ini
generasi muda Jawa lebih bermartabat dan lebih percaya diri kepada kebudayaanya
sendiri. Sehingga mereka akan enggan meniru kebudayaan barat yang notabene
menyimpang jauh dari kebudayaan Jawa yang berbasis karakter apik.
Selain daripada itu, untuk menjaga kelestarian
kebudayaan Jawa di zaman yang modern ini, bagi generasi muda dalam memilih
perkembangan pembaruan atau kebudayaan yang berasal dari Barat harus melakukan
seleksi terlebih dahulu terhadap kebudayaan tersebut, sesuai atau tidakkah kebudayaan
tersebut dengan nilai-nilai kebudayaan yang ada di Indonesia khususnya di pulau
Jawa.
Kemudian pendidikan akan kebudayaan Jawa harus
dilaksanakan setiap orang tua kepada anak-anaknya, agar nilai kebudayaan Jawa
tetap lestari dan tidak terdegradasi dengan adanya kebudayaan yang dibawa oleh
globalisasi. Disamping itu, pemerintah juga harus mendukung secara penuh
terhadap usaha pelestarian kebudayaan tersebut supaya nilai kebudayaan ini
tetap terjaga dan lestari secara berkelanjutan dari generasi ke generasi.
DAFTAR PUSTAKA
Muljanto dan Taufiq Ismail. 1995. Prahara Budaya. Bandung: Mizan.
M.Setiadi, Elly dan Usman Kolip. 2011. Pengantar Sosiologi.
Jakarta: Kencana.
Soemardjan, Selo dan Soelaeman Soemardi. 1964. Setangkai Bunga
Sosiologi. Jakarta: Yayasan Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas
Indonesia.
Soekanto, Soerjono. 2007. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Raja
Grafindo.
Sulaeman, Munandar. 1998. Ilmu Budaya Dasar Suatu Pengantar.
Bandung: Refika Aditama.
Tri Prasetyo, Joko dkk. 1991. Ilmu Budaya Dasar. Jakarta: Rineka
Cipta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar