Jumat, 15 Maret 2013

Pelajaran dari Supersemar

Jas merah, janganlah sekali-kali melupakan sejarah. Begitulah kata petuah pemimpin kita terdahulu. Sebagai warga negara yang cinta akan tanah air, kita dituntut untuk selalu mengenang dan memahami sejarah negara dan bangsa. Karena sejarah bukan hanya menyangkut urusan masa lampau, melainkan juga erat terkait dengan masa kini, dan selanjutnya masa depan.

11 Maret 1966 merupakan hari bersejarah bagi bangsa Indonesia. Dimana pada tanggal tersebut, Ir. Soekarno sebagai Presiden Republik Indonesia menandatangani Surat Perintah Sebelas Maret atau yang dikenal dengan Supersemar. Surat ini merupakan perintah untuk mengkondisikan keamanan pada waktu tersebut.

Surat ini dikatakan juga sebagai surat sakti yang ditujukan kepada Soeharto, yang waktu itu menjabat sebagai Panglima Komando Operasi Keamanan dan Ketertiban atau lebih dikenal dengan singkatan Pangkobkamtib. Perintah yang ada di dalam surat tersebut adalah pemberian kewenangan kepada Pangkobkamtib untuk mengambil segala tindakan yang diperlukan untuk mengamankan kondisi negara pada saat itu.

Supersemar ini ditandatangani oleh Presiden Republik Indonesia, Ir. Soekarno setelah memperhatikan kondisi keamanan negara yang semakin memburuk pada suasana revolusi tersebut. Berderet-deret peristiwa selalu bermunculan bak jamur yang tumbuh subur di musim penghujan. Diawali dengan tewasnya 5 Jenderal TNI-AD ditangan sesama warga negara Indonesia yang dikenal dengan peristiwa Gerakan 30 September (G30 S/ PKI). Dan berlanjut dengan pembantaian massal yang berlangsung antara pekan ketiga bulan Oktober hingga bulan Desember 1965. Berbagai kekuatan sipil dan militer saling menopang untuk menghabisi hidup sekian banyak orang tanpa ada proses pengadilan, yang mengakibatkan banjir darah sekitar setengah juta rakyat Indonesia pada saat itu.

Ir. Soekarno menilai, dari deretan peristiwa tersebut dapat melahirkan kondisi yang mengancam keselamatan bangsa dan negara. Untuk hal tersebut, harus ada sosok yang mengkondisikan keamanan tersebut. Pengkondisian tersebut bertujuan agar negara terhindar dari kondisi yang buruk.

Meskipun sampai sekarang ini peristiwa Supersemar masih menjadi misteri yang belum terungkap kebenarannya. Selalu menjadi topik pembicaraan yang tak ada habis-habisnya. Dan selalu menjadi wacana klasik bahwa Supersemar yang diterbitkan dan ditandatangani oleh Presiden Soekarno itu palsu. Tetapi setidaknya kita dapat menganalisa dengan akal yang sehat, bahwa pada saat itu kondisi sosial-politik negara kita dalam keadaan kacau balau. Maka surat perintah yang diterbitkan tersebut memang berusaha mengkondisikan keamanan masyarakat.

Supersemar diterbitkan untuk mengantisipasi serta menghadapi kondisi negara yang sedang rawan. Kondisi bangsa yang begitu berbahaya membutuhkan kesigapan dalam mengambil keputusan penanganan. Dan pemerintah (dalam hal ini Presiden Soekarno) telah mengambil langkah tepat dengan menerbitkan Supersemar tersebut.

Keadaan Indonesia Saat Ini
Berwarna-warni permasalah yang tengah dihadapi negara Indonesia saat ini. Mulai dari tindak kejahatan yang dilakukan oleh masyarak kecil sampai para pejabat negara sekalipun selalu menghantui terciptanya kesejahteraan di negara ini. Perampokan, penyalahgunaan narkoba, kekerasan seksual, pembunuhan, praktek korupsi yang semakin merajalela. Dan lebih ironisnya lagi, para aparat keamanan (TNI-Polri) yang seharusnya mengayomi dan mengamankan negara, akhir-akhir ini menjadi aktor premanisme.

Beberapa waktu yang lalu, di Sumatera Selatan (Sumsel) terjadi aksi anarkis yang dilakukan oleh puluhan anggota Bataliyon Artileri Medan (Armed) terhadap Mapolres Ogan Komering Ulu (OKU), Baturaja, Sumsel. Anggota TNI membakar kantor Mapolres OKU. Peristiwa ini terjadi lantaran ketidakpuasanya pada kinerja polisi yang lambat dalam mengungkap kasus penembakan anggota TNI, Pratu Heru karena melanggar lalu lintas di OKU pada (27/1) lalu.

Menurut data Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), sejak 2005 hingga 2012 telah terjadi 26 kali bentrok TNI-Polri. Bentrok antara kedua kubu ini seringkali diawali dengan hal-hal yang sepele, dan tidak sepantasnya masalah tersebut dijadikan alasan pembakar nafsu amarah di antara keduanya. Dalam hal ini, Kapolri dan Panglima TNI selalu mengatakan tak ada masalah antara dua institusi ini. Tapi, di akar rumput, di kalangan serdadu muda yang emosional, masalah sepele bisa memicu bentrok.

Sebagai aparat keamanan negara yang berpendidikan, seharusnya TNI-Polri dapat menyelesaikan suatu permasalahan dengan kepala dingin, tanpa dibumbuhi serbuk emosi serta hawa nafsu. Hal ini dimaksudkan untuk menggapai kinerja yang profesional dalam memecahkan permasalahan. Bukan malah sebaliknya, menyelesaikan masalah dengan cara “goblok” yang hanya melahirkan masalah baru tanpa menyelesaikan masalah yang tengah dihadapai. Hal ini hanya menambah catatan hitam bagi aparat keamanan negara serta dapat menimbulkan terkikisnya kepercayaan masyarakat terhadap TNI-Kapolri dalam menjaga keamanan negara. Jadi, jangan heran kalau masyarakat selalu melihat sebelah mata kinerja mereka dalam menyelesaikan suatu perkara.

Pelajaran dari Supersemar
“Mengadakan koordinasi pelaksanaan perintah dengan panglima-panglima angkatan-angkatan lain secara baik”. Inilah salah satu job diskripsi yang tertuang dalam Supersemar yang dimandatkan kepada Soeharto untuk menstabilkan keadaan negara saat itu.

Berdasarkan job diskripsi ini, dapat kita ketahui bahwa Presiden memerintahkan kepada Jenderal Soeharto untuk melakukan koordinasi dengan angkatan lainnya agar pelaksanaan tugas lebih efektif. Koordinasi dengan angkatan lainnya burtujuan agar tercipta kerja yang sinergis di antara sekian banyak elemen keamanan, pengaman negara.

Sekiranya, TNI-Polri sekarang ini patut memetik pelajaran dari peristiwa Supersemar tersebut. Dengan adanya koordinasi atau komunikasi yang baik diantara TNI-Polri, dan selalu berusaha mewujudkan integritas diantara keduanya. Untuk mewujudkan tujuan yang sama yaitu, menjaga keamanan dan kesejahteraan masyarakat. Maka, semua kejahatan yang ada di Indonesia ini lambat-laun akan berkurang, atau bahkan hilang. Semoga!




Rabu, 13 Maret 2013

Mahasiswa Pemimpin Masa Depan

Apa yang terlintas dalam benak kita ketika kita berbicara tentang “Mahasiswa”? jika berbicara tentang mahasiswa berarti berbicara tentang perubahan, berbicara tentang perubahan berarti berbicara tentang mahsiswa.

Hal tersebut merupakan hal yang wajar, mengingat berbagai gelar dan status yang disandangkan kepadanya, yaitu sebagai agen perubahan ( agent of change ), iron stock dan social control.

Mahasiswa sebagai agent of change memiliki artian bahwasanya ia terbuka dengan segala perubahan yang terjadi di tengah masyarakat sekaligus menjadi subjek dan atau objek perubahan itu sendiri. Dengan kata lain mahasiswa adalah aktor dan sutradara dalam sebuah pagelaran yang bertitelkan perubahan.

Selain itu, dalam kehidupan masyarakat mahasiswa dinilai lebih, dalam hal wawasan dan keintelektualitasan serta mereka marupakan tumpuan masyarakat dalam membangun sebuah perubahan yang lebih baik. Oleh sebab itu kehadiran mahasiswa sangat berharga dalam kancah kehidupan bermasyarakat untuk menjadi seorang pemimpin di masa yang akan datang.

Banyak juga orang yang meragukan eksistensi mahasiswa dalam mewujudkan sebuah perubahan di tengah masyarakat karena sekarang ini banyak mahasiswa yang kuliah hanya dibuat sebagai agenda ngumpul-ngumpul bersama teman sekampusnya, dan mayoritas mahasiswa sekarang ini kuliah hanya sekedar mencari ijazah dan nilai saja yang mana dikeesokan hari setelah mereka lulus kuliah dapat digunakan untuk mencari pekerjaan yang hanya dapat bermanfaat bagi diri-sendiri dan keluarganya, sedangkan untuk pengabdian terhadap masyarakat hampir sudah tidak dapat dijumpai lagi di zaman sekarang ini.

Dengan demikian, sikap peka dan peduli kepada masyarakat yang merupakan hal yang paling penting dalam melakukan sebuah perubahan, lama- kelamaan semakin tidak nampak pada diri mahasiswa tersebut, mereka hanya mementingkan kepentingan pribadi daripada kepentingan masyarakat. Dari sinilah mulai muncul keraguan masyarakat terhadap eksistensi mahasiswa dalam melakukan sebuah perubahan. Namun tak dapat dipungkiri bahwa mahasiswalah yang paling eksis dalam membuat sebuah perubahan di tengah masyarakat. Sebagai contoh, kemerdekaan Indonesia secara de yure tak lepas dari peranan mahasiswa dalam memperjuangkanya. Begitu juga dengan runtuhnya rezim diktator orde baru pada tahun 1998 juga tak lepas dari peranan mahasiswa dalam memperjuangkanya. Namun, mahasiswa zaman sekarang ini jauh berbeda dengan mahasiswa zaman dahulu yang semangat dan ikhlas dalam mengabdi pada masyarakat. Kini telah berubah seperti halnya yang telah penulis utarakan diatas.

Peran mahasiswa sebagai agent of change, iron stock, dan social control mengharuskan mahasiswa harus melek dan peduli dengan lingkungan, sehingga ia akan mudah menyadari semua permasalahan yang ada di tengah masyarakat. Karena bagimanapun, hanya mahasiswa yang sadar dengan keadaanlah yang mampu dan layak mengusung sebuah perubahan.  Oleh karena itu untuk menjadi seorang mahasiswa yang melek dan peduli dengan lingkungan ia dapat melakukanya dengan “olah rasa”. Terkait dengan hal tersebut, para leluhur bangsa kita tempo dulu berpesan kepada para generasi muda, agar setiap diri mempunyai “rasa” yang tinggi, yang tertuang dalam “tribrata” (tiga sikap kesatria), yaitu, Handarbeni, artinya ikut merasa memiliki. Dalam hal ini, mahasiswa sebagai pemimpin masa depan ia harus menjaga dan merawat masyarakat bahkan bangsa yang dipimpin ini sebagai miliknya sendiri, memperhatikan masalah yang dihadapi oleh masyarakatnya, menumbuhkan rasa seakan ia juga ikut merasakan seperti apa yang masyarakat rasakan serta dapat memunculkan rasa empati pada dirinya terhadap penderitaan yang dirasakan masyarakat. Selanjutnya yaitu Hangrungkebi, artinya membela dan mempertahankan. Ketika ia sudah merasa memiliki, maka ia mempunyai kewajiban untuk menjaga dan mempertahankan masyarakat bahkan bangsa yang ia pimpin. Yang terakhir, Mulat Sariro Angroso Wani, artinya mau introspeksi diri, tahu diri dan tidak takut dikritik. Sebagai pemimpin ia harus mau berkaca, malihat apa kekurangan pada dirinya, dan menerima dengan lapang dada semua kritik dan saran tentang dirinya.

Dengan demikian, sebagai mahasiswa pemimpin masa depan bangsa Indonesia, seharusnya kita selalu melatih diri kita untuk mempraktekkan pesan dari para leluhur bangsa kita tersebut sebagai sarana melatih diri kita menjadi seorang pemimpin bangsa yang bijak, jujur, bertanggung jawab, serta dapat menyejahterakan seluruh rakyat Indonesia. Semoga!

Mahasiswa Enterprenuer sebagai Agen Perubahan Ekonomi Masyarakat

Sejak awal perkuliahan, seorang mahasiswa mulai menyandang gelar sebagai “agen perubahan” (agent of change) yang berarti disamping mengupayakan perubahan untuk dirinya sendiri, mahasiswa juga dituntut untuk menjadi lokomotif perubahan di tengah-tengah masyarakat.

Dewasa ini, peran mahasiswa sebagai agen perubahan selalu dilakukan dengan aksi turun ke jalan. Menurut penulis pemikiran tersebut kurang produktif dan cenderung reaktif, bahkan terkadang mahasiswa ricuh dan meresahkan masyarakat ketika turun aksi. Mainstrim mahasiswa seperti itu harus di re-interpretasikan sebagai kaum intelektual, yang dapat memberikan solusi yang konkrit tentang realita yang ada. Bukan sekedar menggembor-gemborkan kesalahan belaka tanpa ada solusi yang jelas atau hanya wacana mengambang, atau alternatif solusion dari hasil analisis yang tidak bisa dipertanggung jawabkan.

Sebagai kaum intelektual, mahasiswa memiliki peran penting dalam membangun perubahan bangsa dan negara ini. Sudah semestinya mahsiswa ada dan berbuat untuk memajukan masyarakat bangsa Indonesia. Untuk mewujudkan perubahan itu, mahasiswa dituntut untuk memenuhi Tri Dharma Perguruan Tinggi yaitu; pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat sebagai upaya untuk pemberdayaan dan meningkatkan taraf  kehidupan masyarakat.

Melalui pendidikan mahasiswa dapat memajukan masyarakat dan mencerdaskan anak bangsanya. Tentunya hal ini sudah menjadi tugas yang utama dan terpenting dari setiap mahasiswa, karena fungsi mahasiswa adalah peran pentingnya di dunia pendidikan agar memajukan pendidikan Indonesia. Pendidikan adalah hal yang paling utama dalam berjuang dan mengabdi kepada masyarakat.

Penelitian dijadikan jalan bagi mahasiswa untuk menemukan daya cipta dan inovasi-inovasi baru bagi kemajuan masyarakat agar tidak terlalu monoton di dalam menjalani segala sesuatu. Tentunya penelitian tersebut harus disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat, keadaan geografis dan kearifan lokal yang ada pada masyarakat. Dalam hal ini, mahasiswa harus benar-benar menguasai basis keilmuan yang ia pelajari di perguruan tinggi, melalui proses pengkajian yang mendalam dan komprehensif, juga melihat berbagai sudut pandang secara interdisipliner sehingga menghasilkan penelitian yang sempurna dan berguan bagi masyarakat.

Dalam pemberdayaan dan pengabdian masyarakat, mahasiswa dapat berangkat dari kerangka konseptual menuju kerangka praktikal secara ilmiah. Melihat kosep otonomi daerah sudah diberlakukan, seharusnya mahasiswa dapat memulai aksinya berpijak dari masalah-masalah yang ada pada suatu daerah, terutama pada daerah yang memiliki potensi besar yang belum dikembangkan atau diberdayakan oleh pemerintah pusat. Segala sumber daya yang ada dapat dijadikan senjata handalan bagi daerah tersebut. Baik dalam bidang pendidikan, kesehatan, iptek, pertanian, peternakan, ekonomi, sosial, budaya, dan sebagainya.

Misalnya dalam bidang pertanian suatu daerah memiliki keunggulan komperatif sebagai penghasil jagung. Di setiap musim panen, produksi jagung melimpah ruah dan dapat mensuplai ke berbagai daerah yang lain. Permasalahannya adalah seringkali jumlah produksi jagung melebihi permintaan yang ada, sehingga harganya anjlok di pasaran.

Sebagai kaum intelektual, seorang mahasiswa harus dapat mengubah permasalah itu menjadi potensi besar atau bahkan menjadi sumber penghasilan daerah yang dapat dihandalkan. Dia akan melakukan penelitian untuk menciptakan produk olahan dari jagung tersebut, sehingga jagung yang harganya mulai anjlok dapat diolah menjadi produk olahan yang lain, sehingga memiliki nilai jual lebih tinggi. Misalnya, jagung itu diolah menjadi pop corn, marning, dll. Di samping itu, tulang biji jagung (janggel) yang biasanya dibuang secara cuma-cuma dapat diolah menjadi produk yang mengandung nilai seni seperti, miniatur rumah-rumahan, tempat pen atau pensil, dan sebagainya. Hal ini merupakan sebuah wujud nyata dari produk usaha semacam ini.

Sekarang ini, banyak bantuan dana bagi pengembangan Usaha Kecil Menengah (UKM atau Koprasi) dari pemerintah yang dikhususkan untuk pemberdayaan masyarakat. Untuk itu, sebagai mahasiswa yang menyandang gelar agent of change tidak ada salahnya memanfaatkan kesempatan emas tersebut untuk berwirausaha (enterprenuership) dan memanfaatkan itu sebagai jalan untuk membuka peluang usaha baru yang nantinya dapat menyerap tenaga bagi masyarakat miskin.

Di samping itu seorang wirausahawan (enterprenuer) melatih kesabaran, keuletan, dan kreatifitas dalam menjawab tantangan. Mahasiswa wirausaha telah ditempa untuk selalu proaktif mencari alternatif dan solusi atas masalah yang dihadapinya. Kemauan untuk berubah dan merubah adalah spirit dalam semua upaya yang ia lakukan.

Usaha seperti inilah, yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat Indonesia sekarang ini, yaitu usaha yang dapat mengikutsertakan atau mempekerjakan orang-orang yang ada di sekitar kita, hal ini mengingat masih banyaknya pengangguran yang ada di negara Indonesia. Sehingga kita dapat membantu pemerintah dalam mengentaskan pengangguran dari belenggu kegalaunya, membantu memperbaiki ekonomi negara, serta dapat memutus rantai kemiskinan yang ada pada masyarakat Indonesia.

Semua ini tidak akan terlaksana apabila mahasiswa sebagai motor perubahan selalu bermalas-malasan, egois, bersikap apatis terhadap perubahan masyarakat, serta tdak memiliki visi dan misi yang jelas dalam menjalani kehidupan. Semua ini hanya akan terlaksana jika mahasiswa tersebut memiliki pemikiran yang kreatif, kritis, peduli pada perubahan masyarakat menuju kearah yang lebih baik, serta mahasiswa yang memiliki pemikiran strategis yang selalu memposisikan orang-orang disekitarnya sebagai aktor pelaksana, hal ini sesuai dengan pernyataan Muh. Taufik Amir  yang mengatakan bahwa mahasiswa yang berfikir strategis seharusnya memposisikan orang-orang dan segala sesuatu di sekelilingnya sebagai petaruh.

Alangkah baiknya jika mahasiswa dapat merangkul berbagai pihak yang dapat diajak bekerjasama dalam membuat produk ataupun lapangan usaha yang lebih besar untuk memajukan perekonomian masyarakat Indonesia dan memberdayakan mereka. Sudah barang tentu, gelandangan, kemiskinan, pengangguran akan segera beranjak meninggalkan negara tercinta Indonesia. Semoga!